Gak semua orang punya jiwa sosial tinggi. Ada banyak orang yang harta kekayaannya melimpah, tapi kurang peduli terhadap sesama. Ada pula orang yang hidupnya sederhana dan serba terbatas justru suka menolong orang lain.
Salah satu contohnya adalah seorang guru asal Kecamatan Cibeureum, Kota Sukabumi. Guru memang identik dengan tugas mulia yaitu mencerdaskan bangsa. Namun, siapa sangka kalau guru yang satu ini juga punya perjuangan mulia lainnya, yaitu mengasuh para anak buruh migran yang tak diurus orangtuanya.
# Sosok Idris, Sang Orangtua Asuh Anak Burh Migran
Ia adalah Idris, guru sekaligus orangtua asuh puluhan anak buruh migran yang terancam hidup dalam lingkaran setan buruh sawit.
Idris yang berusia 38 tahun ini adalah warga Sindangpalay, Kecamatan Cibeureum, Kota Sukabumi. Meski hidupnya sederhana, ia dengan hati tulus membangun asrama untuk tempat tinggal anak para buruh migran di Sukabumi.
Pada 2004, Idris pernah menjadi guru honorer di SDN Negla Asih, Desa Neglasari, Kecamatan Purabaya, daerah pelosok Kabupaten Sukabumi.
Sekolah itu termasuk sekolah yang terisolir karena akses jalan ke sana hanya berupa tanah. Warga bahkan hanya bisa menuju ke sekolah dengan berjalan kaki. Karena medannya yang berupa tanjakan dan tanah merah, jika hujan turun pun, warga akan kesulitan berjalan melewatinya.
Gaji yang didapat Idris saat itu pun tak seberapa, hanya Rp100 ribu. Itu pun dibayarkan kalau dana BOS cair. Padahal, kadang dana BOS keluar tiga bulan atau empat bulan sekali.
"Pada saat itu saya digaji hanya Rp 100 ribu saja. Itu pun dibayarkan kalau dana BOS cair. Jadi menunggu, kadang-kadang dana BOS itu keluar tiga bulan atau empat bulan sekali tapi saya tetap mengajar di situ," sambungnya.
Meski jauh dan akses yang sulit ditempuh, Idris meyakini jika anak-anak di sekolah itu membutuhkan sosok guru yang mengajar dan membina mereka. Itu sebabnya ia bertahan mengajar di sana hingga tahun 2009.
"Kalau tidak ada guru siapa lagi yang akan mengajar. Di sana itu hanya ada dua guru, kemudian kalau ditinggalkan, mereka nggak ada guru akhirnya saya memutuskan untuk mengabdikan diri. Menghibahkan diri saya untuk mengajar selama lima tahun di sana," ucapnya.
Sosok Idris, guru dan orantua asuh anak buruh migran (sukabumiupdate.com)
# Sempat Mengajar di Malaysia Sampai Kemudian Jadi Orangtua Asuh
Setelah selesai mengabdi di tahun 2009, Idris mengikuti seleksi CPND dan diterima sebagai Aparatur Sipil Negara (SN) pada tahun 2010. Idris kemudian mengajar di SDN Otista Kota Sukabumi.
Pada tahun 2015, Idris jadi satu-satunya guru di Sukabumi yang lolos seleksi dari Kementerian Pendidikan dan kebudayaan sebagai guru SILN dengan jumlah murid sekitar 14 ribu.
Ia kemudian menjadi guru SILN di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia hingga tahun 2019.
Di Malaysia, ia mendapat banyak pengalaman dan mendapat ide untuk membantu anak-anak buruh migran di sana.
Saat sudah purna tugas di Malaysia, Idris bahkan membawa enam orang anak untuk kemudian disekolahkan di SMAN 5, sekolah yang bekerjasama dengan Idris juga.
Idris kemudian membangun asrama berbentuk rumah dua unit dengan dua lantai di Jalan H. Hamid Cibuntu, Kelurahan Sindangpalay, Kecamatan Cibeureum, Kota Sukabumi. Asrama itu digunakan oleh anak buruh migran putra dan putri.
Anak-anak asuh Idris (detik.com)
Saat ini, setidaknya ada 37 anak yang tinggal di asrama tersebut. 14 di antaranya sukses duduk di bangku kuliah dengan universitas ternama seperti UGM, Unpad, UPI hingga Untirta dengan beasiswa. "Membangun asrama sendiri dua buah rumah untuk putra dan putri kapasitas dua lantai. Itu saya bangun sendiri menggunakan uang pribadi, selesai tahun 2020-an," kata Idris.
"Sekarang anak-anak bisa nyaman tinggal di asrama yang sudah saya bangun. Saya juga menyiapkan wifi gratis untuk anak-anak mendukung pembelajaran," sambungnya.
Para buruh migran Indonesia (news.unair.ac.id)