Itaewon merupakan salah-satu distrik di Ibu kota Seoul, Korsel, yang menjadi magnet bagi ribuan orang untuk bersuka ria merayakan pesta halloween setiap tahunnya. Namun sayangnya, pesta halloween di Itaewon yang berlangsung pada 29 Oktober 2022, berakhir tragis.
Sempat dua tahun terhenti karena pandemi Covid-19, pesta halloween kembali digelar pertama kali di tahun 2022. Hal ini pun disambut antusias dan membuat 100.000 orang berbondong-bondong memadati gang-gang kecil di distrik Itaewon.
Akan tetapi, kondisi ini yang akhirnya membuat orang berkerumun. Saksi juga menyatakan kerumunan saling mendorong. Sehingga, banyak orang terjatuh, terinjak kemudian meninggal dunia akibat berdesak-desakan. Tercatat ada 154 orang tewas dan korban luka sebanyak 132 orang.
Di mana, korban wanita meninggal hampir dua kali lipat lebih banyak dibanding pria. Sebanyak 98 wanita dan 56 pria yang didominasi usia 20-an tewas dalam tragedi pesta halloween tersebut. Sampai saat ini, pihak kepolisian Korea Selatan masih melakukan penyelidikan terkait penyebab pasti kematian massal di Itaewon.
Namun seiring dengan hal ini, pakar menyebut penyebab paling umum dari cedera serta kematian dalam tragedi Itaewon ini adalah asfiksia kompresif, yaitu kondisi ketika saluran udara seseorang tersumbat atau tertekan akibat saling mendorong.
Dilansir dari New York Times, G Keith Still, profesor dari University of Suffolk yang mendalami dampak keramaian mengungkapkan bahwa bukti wanita lebih rentan terhadap asfiksia kompresif daripada pria memang belum banyak.
Kerumunan Orang Saat Pesta Halloween Di Itaewon (BBC)
Tapi, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan fatalitas wanita pada kondisi ramai seperti dalam tragedi Itaewon tersebut. Salah satunya karena tubuh wanita yang lebih kecil. Namun, memiliki dada yang lebih besar sehingga ada lebih banyak beban yang mendorong ke dalam.
"Wanita, meskipun mempunyai tubuh yang lebih kecil, memiliki lebih banyak massa tubuh di dada bagian atas mereka. Mereka umumnya memiliki dada yang lebih besar dibanding pria. Jika ada tekanan yang diberikan di sana, ada lebih banyak beban yang mendorong ke dalam, menjadi lebih merugikan bagi wanita," ungkap G Keith Still.
Selain itu, Still juga mencatat, saat orang-orang berkerumunan maka ada permainan kekuatan yang terjadi. Pria pun cenderung memiliki kekuatan tubuh bagian atas lebih besar dari wanita yang membantunya keluar dari kondisi berdesakan. "Pria biasanya memiliki lebih banyak kekuatan tubuh bagian atas daripada wanita. Lalu, pria juga memiliki peluang lebih tinggi untuk keluar dari situasi tersebut," pungkas Still.
Korban Meninggal Dibariskan Dengan Ditutupi Selimut (BBC)
Sebelum peristiwa itu terjadi, sudah ada tanda peringatan bahwa perayaan itu akan dihadiri terlalu banyak orang sehingga berbahaya. Namun tampaknya, banyak orang yang tidak menghiraukannya dan tetap ikut bergabung dalam kerumunan itu. Sampai saat ini, penyebab yang mendorong kerumunan melonjak masih diselidiki.
Tetapi saksi dan rekaman media sosial menunjukkan orang-orang berdesakan di jalan-jalan beberapa blok di sekitar gang di mana banyak korban berjatuhan. Tepat sebelum kekacauan terjadi, polisi sudah berusaha untuk mengendalikan kerumunan.
Tapi orang-orang terus berdatangan ke satu gang yang sangat sempit dan miring, bahkan ketika itu sudah penuh sesak dari ujung ke ujung. Rekaman yang beredar media sosial menunjukkan beberapa orang mencoba menghindari himpitan ketika yang lain berteriak, menangis bahkan memaki.
Petugas Lakukan Penyisiran Di Lokasi Kejadian (BBC)