Setelah Lesti Kejora mencabut laporan dalam kasus dugaan KDRT yang dilakukan Rizky Billar suaminya, Billar meminta maaf sebelum meninggalkan Polres Jakarta Selatan pada Jumat (14/10) lalu. Didampingi kuasa hukumnya, Billar menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya.
Secara eksklusif Paragram.id berkesempatan untuk melakukan wawancara dengan pakar mikro ekspresi, Kirdi Putra terkait raut wajah Billar saat melakukan permintaan maaf. Kirdi menilai Lesti mengambil resiko yang sangat besar karena putuskan cabut laporan dan berdamai dengan Billar.
Kirdi menjelaskan posisi Lesti diduga sebagai korban KDRT itu berat. Ia berada di situasi yang tidak mudah. Lesti atau korban KDRT lainnya akan bergulat dengan ketakutan yang berada di benak mereka sendiri. Belum lagi soal stigma sosial dan repotnya urusan anak.
“Ketika Rizky Billar meminta maaf itu bukan berarti dia menyatakan insyaf dan meminta maaf,” ucap Kirdi saat wawancara dengan Paragram. Kirdi menduga apa yang dilakukan Billar dengan minta maaf bukan berarti kesalahan tidak akan terulang lagi.
“Kalau kita bicara siklus kekerasan domestic violence atau KDRT itu siklusnya empat. Satu melakukan kekerasan, dua pelaku menyesal, ketiga pelaku kemudian minta maaf, keempat kemudian dia membaik-baikin korban,” jelasnya.
Kirdi mengatakan setelah selang waktu, siklus ini akan terus balik dan terus berulang. Hal tersebut ia analisa berdasarkan pola perilaku Rizky Billar kepada Lesti.“Kalo dia sampai pernah melempar Lesti bola billiard artinya pernah ada kejadian sebelumnya yang tidak segitunya gitu loh perlakuan kasar, perlakuan kerasnya, dan ini berbahaya buat Lesti,” tandas Kirdi.
EKSKLUSIF! Pakar Mikro Ekspresi Duga Rizky Billar Tidak Tulus Meminta Maaf, Ini Faktanya (Tribunnews.com)
Ia menilai hal yang paling riskan jika nanti Billar kambuh lagi. “Lesti akan lebih berat mengajukan laporan karena malu apa kata orang menjilat ludah sendiri, berat bukan berarti gak bisa tapi lebih berat, yang kedua Lesti akan menghadapi Billar yang lebih pintar untuk menyembunyikan saksi dan bukti,” tambah Kirdi.
Menurut teori tentang siklus kekerasan yang dikembangkan oleh Lanore E. Walker, hubungan abusive bisa ditandai dengan adanya pola repetitis atau pola pengulangan. Siklus tersebut meliputi 4 tahap:
Tension Building
Pada tahap ini ketegangan mulai muncul di dalam hubungan. Korban mulai merasa harus berhati-hati supaya pelaku tidak sewaktu-waktu melampiaskan amarah.
Acting out Period
Di sinilah aksi kekerasan dilakukan oleh pelaku. Bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pelaku bisa sekadar kekerasan verbal tau non verbal. Kekerasan verbal berupa melontarkan kata-kata kasar, cacian dan hinaan. Sedangkan kekerasan non verbal berupa pemukulan, pencekikan, dana bentuk penganiayaan lain.
Honeymoon Period
Sesudah melakukan kekerasan, pelaku meminta maaf dan menunjukkan bahwa mereka menyesal. Mereka juga berjanji tidak akan mengulangi lagi kekerasan yang sebelumnya dilakukan.
The Calm Period
Pada tahap ini, pelaku dan korban akan berbaikan. Korban akan terbujuk dan percaya kalau pelaku akan berubah dan tidak melakukan kekerasan lagi kepada dirinya. (Riska Nurul Fatimah)
EKSKLUSIF! Pakar Mikro Ekspresi Duga Rizky Billar Tidak Tulus Meminta Maaf, Ini Faktanya (Grid.ID)