Seorang pria yang tinggal di kota Phoenix, negara bagian Arizona, Amerika Serikat, dan bekerja sebagai teknisi di perusahaan Motorola ini memang awalnya memiliki kehidupan harmonis bersama istri dan dua anaknya, namun kehidupan harmonis keluarga tersebut hancur seketika karena peristiwa tragis.
Pada 16 Januari 1997, Scott pulang ke rumahnya setelah pekerjaannya selesai. Setelah makan malam bersama keluarganya, Scott memperbaiki kolam renang yang berlokasi di halaman belakang rumahnya pada pukul 9 malam. Setelah selesai Scott pun tidur bersama istrinya malam itu.
Beberapa jam kemudian, Scott terbangun dan terkejut saat polisi menodongkan pistol ke arahnya, dan Yarmilla, istrinya sudah meninggal. Saksi berkata bahwa Yarmilla dibunuh oleh Scott. Interogasi dilakukan dan Scott mengaku bahwa ia tidak tahu kenapa istrinya meninggal. Scott menduga bahwa yang membunuh Yarmilla mungkin dirinya, namun dalam keadaan berjalan sambil tidur.
Klaim Scott tersebut didukung oleh keluarga, orang terdekatnya, dan rekan satu selnya. Scott bahkan dapat bertingkah kasar saat terlelap, namun saat terbangun ia tidak ingat dengan apa yang telah terjadi. Scott diduga melakukan pembunuh secara sadar karena pisau dengan bercak darah yang dianggap barang bukti tidak berada di lokasi pembunuhan melainkan tersembunyi di dalam mobil.
(Scott Falater via oxygen.com)
Kasus Scott akhirnya sampai ke pengadilan. Scott menegaskan bahwa dirinya tidak bersalah. Pengacara menegaskan bahwa Scott tidak memiliki motif untuk menghabisi istrinya karena memiliki hubungan yang dekat. Meskipun jaksa meminta agar Scott dihukum mati, sejumlah pakar menjelaskan bahwa secara teoritis hal tersebut dapat terjadi. Akhirnya Scott dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
(Berlanjut di Meja Hijau via azfamily.com)