Semenjak abad ke-7 hingga abad ke-11 Masehi, Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan, menjadi pusat pengajaran agama Buddha di Indonesia dan Asia. Sebab banyak biksu-biksu dari luar Indonesia yang sengaja datang untuk mendalami Buddha.
Di Sriwijaya terdapat biksu yang dikenal memiliki pengetahuan luas tentang agama Buddha bernama Dharmakirti. Sepak terjang Dharmakirti sudah terdengar di banyak tempat lain dan banyak biksu yang ingin belajar langsung kepadanya.
Dikutip dari Indonesia.go.id, salah satu biksu yang datang khusus belajar agama Buddha di Indonesia adalah Atisha Dipankara, seorang biksu dan filosofi Buddha asal Bangladesh, Asia Selatan. Atisha tak hanya datang sendiri, ia rela mengajak 100 murid-muridnya ke Indonesia kala itu.
Karena kepopuleran Dharmakirti membuat Atisha ingin datang meskipun harus menempuh perjalanan yang tak mudah dari Bangladesh menuju Sriwijaya. Ia harus mengarungi lautan luas selama beberapa hari dan tiba di Sriwijaya.
Atisha dan 100 muridnya belajar di Sriwijaya selama 13 tahun lamanya, tepatnya dalam rentang tahun 1011 hingga 1023. Ternyata Atisha tak hanya belajar Buddha di Sriwijaya, sebab ia juga mengunjungi Candi Borobudur di Jawa Tengah demi belajar teks Mahayana yang dipahatkan menjadi bangunan Candi Borobudur.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya (Kompas.com)
Selain Atisha, juga ada biksu I-Tsing asal China yang rela belajar agama Buddha di Sriwijaya. Jika Athisha selama 13 tahun di Sriwijaya, I-Tsing hanya 6 bulan berada di sana. I-Tsing juga belajar bahasa sansekerta. Setelah mengunjungi Indonesia, I-Tsing melanjutkan perjalanan ke India.
Dharmakirti dalam tradisi agama Buddha Tibetan disebut dengan nama Serlingpa dan dianggap Guru Bodhichitta. Selain menjadi biksu tertinggi di Kerajaan Sriwijaya , Dharmakirti juga memiliki pengetahuan luas karena tercatat juga menyusun kitab Abhisamayalamkara.
Biksu Dharmakirti (Historia)