Kisah Komunitas Yahudi Tersembunyi di Indonesia yang Berharap Diakui Pemerintah

Kisah Komunitas Yahudi Tersembunyi di Indonesia yang Berharap Diakui Pemerintah

Siapa sangka, di negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim ini, terdapat sebuah komunitas Yahudi. Sudah tentu komunitas ini terbentuk dan berjalan dengan sembunyi-sembunyi. Tahu sendiri gimana radikalnya umat beragama di sini. Hehehe

Komunitas Yahudi rahasia ini bahkan telah ditulis oleh sebuah media terkemuka Israel, bernama "Haaretz". Menurut artikel di media tersebut, kelompok kecil Yahudi di Indonesia ini bertemu secara diam-diam sebulan sekali untuk berdoa pada Hari Sabat.

Nah, karena agama Yahudi tak diakui di Indonesia, kebanyakan pemeluknya harus mengaku sebagai pemeluk Kristen atau agama apa pun yang diakui negara. 

Itu juga kenapa mereka hanya bisa ibadah sembunyi-sembunyi, di sebuah lokasi di pinggiran Jakarta pada Hari Sabat.

“Kami seharusnya melakukan ini setiap pekan selama Sabat, tetapi di Jakarta kami melakukan ini sebulan sekali karena sulit mengatur untuk bertemu,” ujar Rabi Benjamin Meijer Verbrugge.

Anggota komunitas Yahudi di Indonesia (kumparan.com)

# Rabi Benjamin yang Harus Sebulan Sekali ke Jakarta

Rabi Benjamin Meijer Verbrugge adalah pria 49 tahun yang memimpin komunitas Yahudi di Indonesia ini. Karena tinggal di Lampung, ia terpaksa harus melakukan perjalanan ke Jakarta sebulan sekali demi memimpin doa di komunitas tersebut.

Meskipun begitu, di Indonesia sudah ada komunitas Yahudi yang tersebar di beberapa wilayah, seperti: Bandung, Jawa Barat, Medan, dan Papua.

Namun, karena sebagian besar dari 140 pemeluk itu berkonsentrasi di sekitar Jakarta, maka mereka memutuskan untuk berkumpul di Jakarta.

Rabi Yaakov Baruch, salah satu pemimpin jamaah Yahudi di Indonesia (paragram.id)

# Rudi C Menyediakan Tempat untuk Sinagoge

Karena masih sembunyi-sembunyi. Tak heran jika pemeluknya harus menggunakan tempat pribadi untuk beribadah.

Rudi C misalnya. Pria berusia 56 tahun ini lah yang menyediakan tempat untuk Sinagoge di Jakarta. Warga Uyghur yang sebelumnya penganut Nasrani itu pindah menjadi Yahudi dan menawarkan tempat untuk berdoa dan melakukan kongregasi.

“Kami mendapatkan kayu untuk pemisah ini buatan Indonesia, tetapi pengrajin setempat tidak memahami bahwa ini sesungguhnya adalah Magen David (Bintang Daud). Ini tampak seperti bintang biasa bagi mereka, jadi bukan masalah,” ujar Rudi.

Rudi menggunakan apartemennya yang luas untuk Sinagoge. Di dalamnya, ada menorah buatan pengrajin lokal dalam ukuran cukup besar, lengkap dengan tabut yang disucikan dan parochet biru dari Israel.

Kitab Taurat yang ada di dalam ruang doa itu didatangkan dari sebuah sinagoge di Pennsylvania, Amerika Serikat.

Setelah selesai ibadah pun. Semua atribut dan simbol-simbol keagamaan Yahudi harus disimpan rapi agar tak terlihat oleh orang luar.

# Sinagoge di Sulawesi Utara

Pada tahun 2003 di Tondano Sulawesi Utara, dibangun sinagoge bernama Shaar Hashamayim. Komunitas Yahudi di sana memiliki 20 orang anggota. Sayangnya, mereka menolah diwawancarai, karena kondisi politik Pemilu 2019 yang memanas.

Tak hanya itu, karena konflik Israel-Palestina dan Gaza di tahun 2009, sinagoge di Surabaya harus ditutup lantaran takut terknea imbasnya.

“Iman Yahudi kami bukan untuk konsumsi publik. Ini bukan karena kami takut, tetapi harus sangat berhati-hati karena tiga dari setiap sepuluh laki-laki muslim di Indonesia teradikalisasi,” kata Rabi Benjamin

Wah, kasihan juga ya ges mereka. Gak bisa bebas memeluk agama dan kepercayaan mereka di Indonesia. Semoga aja ke depannya pemerintah bisa mengakui agama ini juga. 

Umat Yahudi di luar Negeri (t.co)