Membedah Sejarah Desa Sendi, Desa Hilang yang Berjuang Mendapatkan Pengakuan

Membedah Sejarah Desa Sendi, Desa Hilang yang Berjuang Mendapatkan Pengakuan

Pernah dengar soal Desa Sendi nggak? Desa Sendi berada di Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Daerah ini sendiri sejatinya merupakan sebuah desa yang telah dihapuskan dari peta atau bisa dikatakan secara administratif tidak dianggap lagi sebagai desa. Hal tersebut terjadi karena kasus agraria yang belum tuntas sejak diusut dari 20 tahun lalu.

Lalu, dimanakah letak Desa Sendi sesungguhnya? Bagi kamu yang sering bepergian ke Malang via Cangar dari Mojokerto, kamu pasti melewati desa ini. Sebab, desa ini terletak di jalur utama yang langsung menuju ke Kota Batu. Tapi, kebanyakan orang yang melewatinya pasti akan menganggap daerah tersebut sudah bagian dari Kota Batu karena hawanya yang dingin.

Hilangnya desa ini dari peta berawal dari peristiwa Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak yang terjadi pada tahun 1948. Saat itu, wilayah Sendi ini digunakan sebagai salah satu markas tentara Belanda yang juga pasti berdampingan dengan para pejuang gerilyawan lokal, entah itu dari kalangan rakyat sipil maupun TNI. Merasa terusik, pihak tentara Belanda pun mengusir para penduduk untuk turun ke desa bawah serta menghancurkan bangunan-bangunan di sana. Versi lain menceritakan jika Sendi dahulu digunakan pihak Belanda untuk fokus pada penanaman beberapa jenis tanaman, sehingga penduduknya diusir demi mendapatkan lahan yang lebih luas.

Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peta wilayah Sendi pada zaman pemerintahan kolonial yang saat itu berada dalam Recidencie Soerabaja, Regentschap Modjokerto, District Djaboeng, Desa Sendi Oorspronkelijk Opgenomen 1915 serta terdapat pemakaman yang cukup menjadi bukti bahwa pernah ada pemukiman di sana. Bahkan desa ini disebut pernah memiliki kepala desa yang bernama Singojoyo (1915-1925) dan Singosetro (1925-1948). Namun, karena belum diakui sebagai desa, saat ini Desa Sendi dipimpin oleh seorang pemimpin adat.

okezone.com

Kehidupan sosial dan budaya di Desa Sendi sangatlah unik, karena masih menganut hukum adat yang termuat dalam Kutaramanawa Sendi atau Kitab Perundang-undangan Sendi. Atas dasar inilah masyarakat Desa Sendi masih memperjuangkan status “desa” mereka karena masih menganggap tanah tempat tinggalnya adalah warisan nenek moyang/leluhur yang harus dijaga dan dirawat secara adat istiadat setempat.

Beberapa alasan yang membuat Sendi belum mendapatkan status “desa”-nya kembali adalah belum memenuhi syarat sebagai desa di Jawa yang harus memiliki 6000 jiwa atau 1200 kepala keluarga. Selain itu, daerah ini memiliki konflik kepemilikan lahan dengan Perhutani yang mengklaim bahwa tanah wilayah Sendi adalah milik Perhutani berdasarkan “Berita Acara Tukar Menukar dan Pemberian Ganti Rugi B nomor 1931 tanggal 21 November 1931 dan B nomor 3-1932 tanggal 10 Oktober 1932” yang menjelaskan tentang pembebasan sebagian tanah Sendi pada masa kolonial Belanda di bawah kepemimpinan Boschweezen. Namun, untuk alasan yang terakhir, pihak Sendi dan Perhutani sudah mampu berdamai dan berusaha bersama mengembalikan Desa Sendi seperti sedia kala.

okezone.com

Hingga saat ini, warga Desa Sendi masih terus berjuang untuk mendapatkan hak atas tanah airnya sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan usaha mereka dalam mengembangkan potensi wisata alamnya melalui pembukaan berbagai destinasi wisata seperti Sendi Adventure, WET Sendi Cangar, warung Sego Jagung kuliner khas Sendi, spot-spot foto yang berpanorama gunung Welirang dan masih banyak lagi. Sebenarnya pembangunan berbagai wisata itu juga bertujuan untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi para penduduk Sendi agar tidak pergi kemana-mana.

https://wanimbambung.blogspot.com/