Sejak pandemi COVID-19 melanda sebagian besar dunia, farmasi global telah berlomba untuk mengembangkan vaksin. Banyak dari kamu mungkin sudah tahu bahwa sebuah penelitian ilmiah, terutama untuk soal vaksin dan obat, butuh binatang, salah satunya monyetu untuk jadi bahan penelitian ilmiah. Sayangnya, banyak perusahaan di Tiongkok kini kehabisan monyet untuk jadi bahan pengujian calon vaksin potensial.
"Harga seekor monyet telah melonjak menjadi 62.000 yuan atau setara Rp136 juta sekarang dari 15.000 yuan atau setara 33 juta (tahun lalu) karena pasokannya telah dibatasi selama tiga tahun," seorang eksekutif perusahaan biologi mengatakan kepada Global Times dalam sebuah wawancara baru-baru ini.
Biaya yang dia bicarakan tidak terkait dengan kasus penyelundupan hewan, melainkan primata eksperimental yang digunakan untuk eksperimen medis. Dan Zhang, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, adalah ketua perusahaan biologi yang berbasis di Provinsi Jiangsu, Tiongkok Timur, yang membiakkan hewan percobaan termasuk anjing beagle dan marmoset.
# Pasokan Monyet Mengalami Kekurangan Sejak 2018
Pasokan primata eksperimental saat ini di Tiongkok yang telah mengalami kekurangan sejak 2018. Dan selanjutnya terus berkurang terutama di tahun 2020 karena banyak perusahaan medis berlomba untuk mengembangkan vaksin COVID-19 yang membutuhkan sejumlah besar monyet untuk eksperimental.
Kecuali monyet muda dan subur, stok monyet komersial sebenarnya adalah sekitar 100.000. Jika yang dipesan atau dijual di luar negeri dihapus, stok dalam negeri hanya sekitar 30.000.
Monyet untuk eksperimen penelitian ilmiah (idntimes.com)
“Di satu sisi, kebutuhan monyet percobaan melonjak secara signifikan karena semakin banyak penelitian obat-obatan yang dilakukan dan juga serbuan vaksin COVID-19 yang berkembang. Di sisi lain, persediaan menipis karena penuaan monyet subur yang melahirkan," kata Zhang dari perusahaan di Jiangsu.
Kurangnya kera subur sebagian disebabkan oleh pembatasan yang diberlakukan pejabat China untuk mengimpor kera, tambah Zhang.
Monyet di laboratorium penelitian (liputan6.com)
"Sejak China mereformasi administrasi produk medisnya pada tahun 2015, yang memudahkan proses persetujuan obat generik, jumlah obat terdaftar telah meningkat secara dramatis, ini juga meningkatkan penggunaan primata eksperimental untuk uji keamanan," Lü Mengtao, direktur operasi Beijing Zhimed Medical Science, mengatakan kepada Global Times pada hari Selasa.
# Efeknya Pada Perkembangan Produksi Vaksin
Larangan otoritas obat Tiongkok atas impor primata eksperimental karena masalah keamanan hayati telah membatasi pasokan. Tiongkok telah memperketat kontrol impor primata eksperimental hingga 2018, yang mengakibatkan tingkat kelahiran monyet yang rendah.
Menurut Zhang Yuzhao, Asosiasi Pemuliaan dan Pengembangan Primata Laboratorium Tiongkok mengoordinasikan 3.551 primata eksperimental khusus untuk penelitian vaksin COVID-19 di Tiongkok.
"Perdagangan primata eksperimental telah dilarang di China selama pandemi, perdagangan apa pun harus mendapatkan izin dari Kementerian Sains dan Teknologi untuk membuktikan perdagangan tersebut terkait dengan pengembangan vaksin," kata Zhang dikutip dari inewsweek.com.
Lü mengatakan uji hewan adalah fase awal dari periode pengembangan vaksin sebelum fase uji klinis. Dan karena sudah ada beberapa vaksin yang berhasil diluncurkan, kekurangan pasokan sepertinya tidak akan berdampak besar pada upaya vaksinasi Tiongkok.
"Tetapi karena [kekurangan] diperkirakan akan berlangsung setidaknya selama beberapa tahun, itu akan berdampak pada perusahaan-perusahaan yang ingin mengembangkan vaksin baru," kata Lu.
Wah, gimana nih nasib yang belum dapet vaksin?
Pulau monyet di Afrika Barat. Tempat simpanse bekas penelitian tinggal (merdeka.com)