Mencengangkan! Kakek 70 Tahun Ngaku Pelihara 'Tuyul' Selama 40 Tahun, Berhasil Kuliahkan Anak hingga jadi PNS

Mencengangkan! Kakek 70 Tahun Ngaku Pelihara 'Tuyul' Selama 40 Tahun, Berhasil Kuliahkan Anak hingga jadi PNS

Di tengah maraknya isu pesugihan babi ngepet, seorang kakek berusia 70 tahun di Sukabumi malah mengaku memelihara 'tuyul' selama 40 tahun terakhir. 

Berkat jasa 'tuyul' tersebut, si kakek berhasil menguliahkan anaknya hingga kini jadi seorang ASN.

Namun, tunggu dulu. Tuyul yang dimaksud sang kakek bukanlah tuyul sembarangan karena bukan makhluk gaib.

Penasaran kaya apa wujud tuyulnya? Begini cerita selengkapnya.

Profesi jasa tensi darah keliling saat ini sudah jarang ditemukan. Namun Rahmat Ali, kakek berusia 70 tahun masih mempertahankan profesi tersebut. Bahkan ia sudah menjalani penyedia jasa tensi darah keliling tersebut selama 40 tahun.

Meski telah menginjak usia senja, rambut sudah dipenuhi dengan uban, janggut mulai memutih, ia masih terlihat sehat.

"Hampir setiap hari tuyul ini saya bawa ke mana-mana," katanya dilansir dari Tribunnews.com, pada Jumat (7/5/2021).

Namun tuyul yang dia maksud bukanlah tuyul yang sering dianggap masyarakat sebagai mahluk gaib melainkan sebuah alat kesehatan yaitu tensimeter.

"Ini hampir selama 40 tahun, alat ini dapat menghasilkan uang, juga dapat menghidupi istri dan anak-anak sehingga saya selalu menyebutnya tuyul," ucapnya sambil tersenyum lebar pada beberapa orang di sekitarnya.

Kakek berperawakan tinggi kurus ini mengisahkan, sebelum berprofesi sebagai jasa tensi darah keliling, ia merupakan seorang honorer penyuluh kesehatan di Kecamatan Sukarja, Sukabumi sekitar akhir tahun 1970.

Pertama menjadi penyuluh di bidang kesehatan, kakek lulusan Sekolah Lanjutan Tingkatan Atas (SLTA) ini dibayar sebesar Rp15 ribu per bulan, setelah menginjak satu tahun upahnya sebagai honorer naik menjadi Rp35 ribu per bulan.

"Saat itu gaji sebesar Rp35 ribu, sedangkan utang ke warung untuk keperluan rumah tangga mencapi Rp45 ribu.

Setelah hampir selama tiga tahun menjadi penyuluh, saya mencari pekerjaan lain," katanya. Pada akhirnya sekitar tahun 1973-an, Rahmat diterima di perusahaan batu bara sebagai teknisi. Namun tidak bertahan lama, hingga akhirnya ia memutuskan mencari pekerjaan lain dengan merantau.

Berbekal ilmu pendidikan kesehatan, ia memutuskan untuk berprofesi sebagai jasa tensi keling.

"Waktu itu ketika awal menjadi jasa tensi keling, setiap orang memberi upah Rp100, dan dalam sehari bisa menghasilan sebesar Rp80 ribu," katanya.

Jasa Tensi Keliling Kakek Usia 70 Tahun (Tribunnews.com)

Ia tidak mematok harga kepada para pelanggannya. Namun dari jasanya itu dia bisa mendapatkan uang sebesar Rp30 ribu hingga Rp50 ribu per hari.

Sudah hampir 40 tahun ia melakoni jasa tensi darah keliling, tak jarang ia menemukan orang yang tidak membayar jasanya tersebut.

Berkat ketelatenannya itu, ia sudah berhasil menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi di Bandung. Kini anaknya itu sudah menjadi guru dan telah diangkat sebagai ASN.

"Anak ada empat, dua laki-laki, dan dua perempuan, namun satu anak saya yang laki-laki meninggal. Sedangkan kedua anak perempuan sudah menikah dan dibawa suaminya. Alhamdulillah satu anak saya kini sudah menjadi guru," katanya sambil membereskan alat tensi yang sudah ia gunakan.

Meski begitu, hingga kini hampir setiap hari dia membawa tas selempang dan tas warna berwana hijau di pinggangnya. Alat tensi darah dia genggam.

Tidak kenal lelah langkah demi langkah ia menyusuri permukiman warga hingga perkantoran yang ada di Kota dan Kabupaten Sukabumi untuk mencari warga yang ingin memakai jasanya. Salut banget deh sama si kakek satu ini.

Gimana, cukup inspiratif kan kisah kakek di atas? Bisa dicontoh nih cara pelihara 'tuyul'nya. 

Jasa Tensi Keliling Kakek Usia 70 Tahun (Tribunnews.com)