Cerita tentang kegagahan dan perjuangan seorang pemimpin negara nampaknya sangat sayang untuk dilewatkan. Di balik sosoknya yang disegani itu, banyak sisi yang terkadang tidak terekspose.
Seorang Mayor Jenderal TNI, Maliki Mift menyimpan kenangan berarti selama mendampingi presiden ke-2 RI Soeharto setelah lengser pada 1998 silam. Ia pun diperintahkan Kepala Staf Angkatan Darat kala itu menjadi pengawal khusus Soeharto.
Dilansir dari Kompas.com, kesan tersebut ia tulis dalam salah satu bab di buku berjudul Soeharto: The Untold Stories (2011).
Pak Harto, begitu Maliki menyebut namanya, kerap mendapat pandangan miring selama memimpin Indonesia. Sosok yang dianggap diktator itu punya sisi lain di mata pengawalnya yakni kesederhanaan.
Salah satunya adalah soal pengawalan. Soeharto sangat anti dikawal setelah tak lagi menjadi presiden. Padahal, hak mendapat pengawalan dari polisi masih melekat kepada mantan presiden.
"Tetapi, begitu satgas polisi datang dan mengawal di depan mobil kami, Pak Harto mengatakan, 'Saya tidak usah dikawal. Saya sekarang masyarakat biasa. Jadi, kasih tahu polisinya'," tulis Maliki dalam buku tersebut, menirukan ucapan Soeharto waktu itu.
Maliki mencoba memahami keinginan Soeharto, tetapi ia tetap merasa pengawalan sangat penting. Ia pun memutar otak, mencari cara agar Soeharto tetap dikawal, tetapi tanpa terlihat.
Akhirnya, Maliki meminta polisi mengawal di belakang saja, bukan di depan untuk membuka jalan. Jika jalanan macet, barulah petugas pengawal maju ke depan.
"Namun, tetap saja Pak Harto mengetahui siasat itu. Beliau pun bertanya, 'Itu polisi kenapa ikut di belakang? Tidak usah'," kata Maliki kembali mengikuti ucapan Soeharto.
Para Paspampres Soeharto (Grid.ID)
Hari berikutnya, ia meminta pihak kepolisian agar tidak lagi mengawal mobil Soeharto. Sebagai gantinya, ia akan berkoordinasi dengan petugas lewat radio.
Jadi, setiap kali mobil Soeharto melewati lampu lalu lintas, petugas harus memastikan lampu hijau menyala. Kalau lampunya merah, harus berubah menjadi hijau.
Akhirnya, hari itu, Soeharto berangkat tanpa pengawalan polisi. Setiap kali melewati lampu lalu lintas di persimpangan, lampu hijau selalu menyala agar mobilnya tidak berhenti menunggu rambu berganti.
Namun, lagi-lagi Soeharto mengendus keanehan. Ia mempertanyakan mengapa setiap persimpangan yang ia lewati tidak pernah ada lampu merah. Ia pun menegur Maliki agar jangan memberi tahu polisi untuk mengatur lalu lintas.
"Sudah, saya rakyat biasa. Kalau lampu merah, ya, biar merah saja," ujar Pak Harto sebagaimana ditulis Maliki.
Saat itu, ia hanya terdiam dengan perasaan malu.
Kesederhanaan Soeharto, menurut Maliki, juga terlihat dari cara berpakaian. Sewaktu awal-awal menjadi pengawal khusus Soeharto, Maliki berpikir bahwa ia harus punya baju bagus untuk mendampingi Soeharto, paling tidak batik berbahan sutra.
Di hari pertama bertugas, Maliki mengenakan pakaian terbaiknya untuk mendampingi Soeharto keluar rumah. Namun, apa yang dikenakan Soeharto sama sekali berbeda dengan bayangannya. Soeharto hanya mengenakan baju batik sederhana yang biasa dia pakai sehari-hari di rumah.
"Diam-diam saya langsung balik ke kamar ajudan untuk mengganti batik sutra yang saya kenakan dengan batik yang sederhana pula," kata Maliki.
Soeharto dan Pengawalnya (Kompas.com)
Maliki Mift Saat Diangkat Menjadi Komando TNI (Liputan6.com)