Siapa lagi yang gak tau sosok dokter Tirta Mandira Hudhi? Namanya semakin dikenal luas oleh publik semenjak pandemi Covid-19 merambah ke Indonesia. Dokter nyentrik ini kerap memberikan edukasi mengenai Covid-19 kepada masyarakat.
Demi mengedukasi masyarakat tentang bahaya Covid-19, dr. Tirta yang nyentrik ini memilih menggunakan media sosial seperti Instagram, Twitter, dan YouTube. Dr. Tirta Hudhi ini juga selalu membantu mendistribusikan sumbangan influencer ke rumah sakit demi melawan Covid-19.
Di balik itu, dr. Tirta ternyata punya kisah hidup yang menarik. Dia telah berulang kali melakukan petualangan spiritual pribadinya. Lahir dari keluarga beda agama, kisah hidup dr. Tirta sempat atheis hingga jadi mualaf.
Pada Mei 2020 lalu, youtuber Rico Huang mewawancarai dr. Tirta Hudhi dan diunggah di channel Masjid Agung Al Azhar. Dalam ngobrol-ngobrol itu, dr. Tirta mengaku kalo dia lahir dari keluarga beda agama. Orang tuanya ternyata memiliki keyakinan yang berbeda.
"Gue itu dilahirkan dari keluarga karyawan dan nyokap bokap itu beda agama," ungkap dokter yang nyentrik ini.
Sejak SD hingga SMA, identitas dr. Tirta hanya berisi tanda strip di kolom agama Kartu Keluarganya.
Semenjak lahir dari ayah dan ibu beda agama, dr. Tirta awalnya diminta untuk ikut agama sang ibu. Namun, orang tuanya kemudian membebaskan anaknya untuk belajar agama. Apa pun agamanya.
"Awal mula mengarahkan aku agar aku tuh seagama dengan ibu. Cuma, mereka membebaskan aku belajar (agama). Itu yang aku suka dari mereka yang mungkin orang tua lain tidak akan seperti itu ya," ungkapnya.
dr. Tirta Hudhi punya kisah hidup yang seru nih gengs (Instagram @dr.tirta)
Beberapa tahun lalu, dr. Tirta megungkapkan kalo sang ibu sempat terkena kanker hingga rahimnya pun diangkat. Karena dr. Tirta menjadi anak tunggal, ayahnya ingin Tirta Hudhi memiliki keyakinan yang sama dengan ibunya. Tujuannya agar sang ibu tidak sendirian.
Tapi, dr. Tirta mengaku bila sejak kecil hingga kuliah, dia adalah seorang atheis. Yap, tidak beragama dan tidak percaya dengan Tuhan.
"Selama aku dari lahir sampai aku usia SMA, sampai kuliah di UGM, awal-awal aku atheis. Karena aku tidak, bukan, ya benar-benar seperti anggap itu logika sajalah" katanya.
Dokter yang sempat menjadi atheis ini juga sering berkunjung ke masjid dan gereja. Sejak kecil, Tirta juga sering belajar mengaji (TPA) di masjid. Dia juga ikut sekolah Minggu di gereja.
"Aku ke gereja dan kadang aku ke masjid. Jadi, aku tuh berpiir jika ke gereja masuk surga dan ke masjid masuk surga, kalau saya jalani kedua-duanya, tiket saya lebih banyak," katanya.
"Aku dari SD tuh pasti ke TPA ke masjid situ, tetapi hari minggu aku juga belajar Sekolah Minggu," lanjutnya.
Dia terlahir dari keluarga yang beda agama (Instagram @dr.tirta)
Dari pelajaran agama yang berbeda yang dia dapatkan, dr. Tirta jadi lebih mengenal konsep toleransi. Dia mengaku sangat paham dengan arti toleransi. Sebab, dia mengenal banyak orang dari kecil.
Dokter nyentrik ini emang cerdas sih. Doi pernah diterima di tiga univeritas ternama di Indonesia. Akhirnya, Tirta Hudhi pun memilih masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Dari situ, dr. Tirta pun semakin banyak mengenal komunitas-komunitas agama di kampusnya.
Dia mengaku sering berdiskusi atau sekadar ngobrol-ngobrol santai dengan berbagai komunitas tersebut.
"Aku lebih sering ngobrol sama mereka, dan aku memutuskan untuk jadi mualaf itu ketika tahun 2011-2012," ungkapnya. Saat itu, dia sedang Koas dan sudah bergelar sarjana kedokteran.
Dokter lulusan UGM ini juga mengaku tidak sempat mengenyam pendidikan agama Islam saat masih kuliah. Saat berkuliah, dia masih menjadi seorang Katholik. Dia bahkan menjadi Ketua mahasiswa Katholik di UGM.
Doi sempat jadi atheis hingga kuliah, dan banyak belajar tentang toleransi (Instagram @dr.tirta)
"Pada waktu 2012, papaku tuh Umroh, aku masih ingat. Papaku Umroh, dan ketika Umroh itu di pesawat, papaku tuh curhat bahwa dia di bully sama se-rombongan. Karena mengatakan 'percuma kamu Umroh, kalau kamu tidak bisa mendidik anak istrimu'. Karena non kan, non muslim, aku kesel banget tuh. Tetapi papaku bilang 'itu memang pendapat dari publik'," katanya.
Kisah hidup dr. Tirta pun berlanjut menjadi seru. Dia sempat mendapat sebuah mimpi yang aneh. Mimpi aneh itu juga sempat menghantuinya.
"Ya hidayah ku lewat mimpi. Jadi, pada waktu itu aku tidur, jam 4 sore. Dan ketika jam 4 sore itu aku tidur, di mimpi itu melihat diriku terbaring cuma aku naik ke lantai paling atas itu ada gerbang tinggi banget. Gerbangnya mungkin enggak terhingga lah, dijaga sama dua orang berbaju putih. Orang itu ngomong aku masuk pintu itu enggak boleh, kerana belum saatnya." ceritanya.
"Dua orang berbaju putih itu bercahaya banget. Dia mengarahkan ke sebuah rumah berwarna hijau. Dan aku bisa melihat di rumah hijau itu ternyata ada orang dan keranda hijau. Ada sembilan orang memakai sorban dan beberapa di antaranya aku tahu itu adalah salah satu imam besar di Mekah dan orang kedua itu adalah orang yang Mualaf-in aku. Ketiga adalah yang punya pondok pesantren di Monjali." sambungnya.
"Inikan ada sembilan orang di situ, nah aku disuruh duduk. Saat aku di suruh duduk, itu keranda hijau, dari keranda itu ada orang bangun. Tetapi, orang yang di keranda itu wajahnya bersinar banget, bersinarnya parah, parah banget dan aku enggak bisa lihat wajahnya. Dia enggak ada ngomong apapun, tetapi dia menitipkan sebuah surat ke dalam kantong dan waktu itu dia hilang dan satu kiai itu bilang sama aku 'suatu saat kamu tahu tugasmu sangat besar'," katanya.
"Setelah sejak saat itu, empat hari berturut-turut, setiap aku pagi dan itu enggak ada azan. Itu selalu ada orang yang aku dengar itu azan, tujuh hari berturut-turut. Kemudian aku cerita ke bapakku dan bapakku tuh cerita kalau pada saat Umroh saat di Kabah, beliau berdoa intinya mengarahkan saja. Saat itu juga aku memutuskan masuk Islam," kata dr. Tirta.
Itulah kisah hidup dr. Tirta. Lahir dari keluarga beda agama, sempat atheis, hingga jadi mualaf.
Sampe akhirnya dia jadi mualaf (Instagram @dr.tirta)