Pertarunagan Sengit Santri Tebuireng Melawan Penguasa Kebo Ireng, Dukun Sakti Antek Belanda

Tebu Ireng ketika awal dibentuk berjuang melawan tekanan dari anak buah dukun penguasa Tebu Ireng.

Pondok pesantren Tebu Ireng udah terkenal di mana-mana. Pesantren besar Indonesia ini didirikan sama Kiai Hasyim Asy’ari. Sedangkan nama Tebuireng sederhana berasal dari daerah pesantren itu didirikan.

Pondok pesantren Tebuireng berada di Dusun di wilayah Desa Cukir, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Tebuireng berasal dari kata 'kebo ireng' atau kerbau hitam.

Nama Kebo Ireng berasal dari kisah masyarakat setekmpat yang tersebar turun-temurun. Dulu ada seorang penduduk yang kehilangan kerbaunya. Kerbau ini punya kulit warnanya kuning. Suatu hari kerbaunya hilang dan ditemukan hampir mati di rawa yang banyak lintahnya.

Nah, karena sekujur tubuhnya pebuh dengan lintah, warna kebo itu jadi ireng gengs. Ketika ditemukan pemiliknya berteriak "kebo ireng …! kebo ireng …!". Jadi deh namanya Kebo Ireng.

Pada era berdirinya pabrik gula Cukir (Tjoekir) banyak penduduk justru malah suka mabuk.

Kiai Hasyim membeli sebidang tanah milik seorang dalang terkenal di dusun Tebuireng. Tanggal 26 Rabiul Awal 1317 H, Kiai Hasyim mendirikan sebuah bangunan kecil yang terbuat dari anyaman bambu, berukuran 6 X 8 meter. Kemudian mulai menerima santri.

Tapi gengs, banyak yang gak suka ada pesantren di Tebuireng. Selama 2,5 tahun ada aja orang yang menyerang mereka. Bisa dengan menyerang malam hari, melempar kayu hingga batu. Hingga akhirnya santri di Tebuireng belajar beladiri.

Salah satu musuh beratnya adalah dukun yang jadi sarang maksiat di Tebuireng. Dia adalah dukun yang kuat dan jadi penguasa di wilayah itu. Namanya Kebo Ireng.

Tempat maksiat dan lokalisasinya didukung sama Belanda karena dia membantu mencarikan buruh dan merampas tanah dari warga. Banyak warga yang punya hutang karena suka judi dan bermaksiat di tempat Wiro.

Wiro punya anak buah yang jadi pendekar di kampung itu. Serta seorang wanita yang terkenal cerdas bernama Sartini. Sartini adalah pemain tayub sekaligus penasehat Kebo Ireng.

Untuk melawan kemasiatan itu KH Hasyim Asy’ari melalui Kiai Sakiban memanggil beberapa santri pendekar dari Cirebon yang memiliki ilmu kanuragan mumpuni.

Kiai Saleh Benda, Kiai Abdullah Panguragan, Kiai samsuri Wanantara, dan Kiai Abdul Jamil Buntet datang dari Cirebon untuk melatih silat.

Pondok pesantren Tebuireng (jurnaljatim.com)

KH Hasyim Asy'ari juga bisa mengobati dengan metode Islam, seperti wirid atau zikir. Setiap Jumat seusai Salat Isya, di padepokan itu diadakan atraksi pencak silat serta debus untuk menarik masyarakat datang. Hingga akhirnya pesantren Tebu Ireng ramai.

Suatu hari Wiro menyusupkan anak buahnya untuk melihat latihan silat di tebu Ireng. Sebenarnya dia gak suka banget karena sejak ada pesantren dan aktivitasnya yang menarik, tempat lokalisasinya jadi sepi.

Meski Wiro terus melakukan teror dan memprovokasi santri, tapi para santri diminta untuk tetap tenang dan bersikap baik. Hingga mendapatkan banyak simpati masyarakat.

Hingga suatu ketika untuk mengakhiri kekuasaan Wiro, Kiai Sakiban mengambali keputusan untuk menantang Wiro bertarung secara jantan dengan santri padepokan.

Dan diutuslah dua santri oleh Kiai Sakiban untuk menemui Wiro. Setelah menemui Wiro di warung kopi Pasar Cukir untuk mengutarakan maksudnya.

Salah satu santri kembali menyampaikan maksudnya.

Santri Tebuireng (tebuirengonline.com)

"Kiai Sakiban minta kang Wiro beserta anak buahnya tidak menggangu padepokan kami lagi. Kalau memang bersedia sebaiknya diadakan tanding terbuka saja, jangan mengganggu dengan cara pengecut seperti perempuan," kata Santri itu.

Wiro marah mendengar ucapan itu. Dia lalu menerima tawaran tanding. Dari pihak padepokan dipilih Abdullah, santri asal Cirebon yang berperawakan sedang namun memiliki kanuragan mumpuni.

Duel keduanya disaksikan oleh ratusan warga kampung. Duel berlangusng dengan sengit. Masing-masing mengeluarkan jurus andalannya. Hingga akhirnya Abdullah berhasil memukul Wiro dibagian leher dan ulu hati.

Wiro yang udah kena pukulan itu langsung ambruk dan kalah. Dia meninggal beberapa hari kemudian. Akhirnya tahun 1906 atau tujuh tahun berdirinya padepokan, KH Hasyim Asy’ari resmi mengubah padepokan menjadi pesantren dengan nama Tebuireng.

Tebuireng menjadi semakin ramai menjadi pusat belajar agama dan beladiri warga. Kini udah punya santri dari banyak wilayah.

Latihan silat Tebuireng (badriologi.com)