Tak banyak orang yang mengetahui Suku Amungme. Mereka adalah salah satu suku tertua di Tanah Papua yang adalah pemilik sebenarnya dari tambang emas.
Suku Amungme disebut-sebut sebagai suku yang paling dirugikan. Sejatinya, mereka adalah pemiliki hak wilayah atas tanah yang kini kekayaan alamnya dikeruk PT Freeport Indonesia.
Suku Amungme telah mendiami kawasan itu secara turun-temurun. Mereka tinggal di area sekitar kawasan penambangan PT Freeport yang kini menjadi wilayah Tembagapura. Sayangnya, keberadaan mereka tak berdaya terhadap kekuatan asing yang beroperasi di sana.
Jauh sebelum Freeport datang ke Indonesia untuk membuka tambang dan eksplorasi emas, Suku Amungme telah mendiami kawasan sekitar Lembah Waa. Lembah itu kini telah menjadi daerah penambangan emas dan tembaga yang dikelola Freeport.
Suku Amungme sendiri seperti diabaikan. Haknya sebagai pemilik tanah ulayat diakui pemerintah berdasarkan Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria.
Suku Amungme, pemilik sebenarnya lahan tambang emas Freeport (wikimedan.com)
Lahan tambang emas Freeport kini (kompas.com)
Kemudian Freeport datang dan mulai melakukan eksplorasi tambang Erstberg sejak Januari hingga September 1967 silam. Semua perizinan pun diselesaikan pada Desember 1967. Tapi, semua hal yang berkaitan dengan tambang emas itu digelar tanpa meminta persetujuan dari Masyarakat Suku Amungme.
Padahal Suku Amungme sendiri adalah pemilik tanah ulayat sebenarnya. Sejak itu, harapan untuk hidup sejahtera dari tambang pun menjadi sia-sia.
Suku Amungme akhirnya rela memberikan harta kekayaan alam yang melimpah itu. Mereka kehilangan hak atas tanah adat yang mencakup tanah, hutan, dan hasil bumi yang ada di dalamnya.
Kepala Suku Besar Suku Amungme, Tuarek Natkime berharap orang-orang kulit putih dari Freeport mau berbagi hasil atas tambang yang mereka kelola. Nyatanya, hal itu bak omong kosong belaka. Suku Amungme malah terusir dari tanah kelahirannya sendiri.
Rangkaian ekspedisi dan eksplorasi Freeport (okezone.com)
Suku Amungme terusir lantara PT Freeport Indonesia mulai melakukan penggundulan hutan dan mengusir penduduk setempat. Hingga bertahun-tahun setelahnya, tanah yang mereka diami selama turun-temurun berubah menjadi Kota Tembagapura dan menjadi pemukiman bagi karyawan PT Freeport Indonesia.
Kenyataan yang demikian pahit membuat Tuarek Natkime pernah mengucapkan kata-kata yang menyayat hati, "Saya selalu bertanya kepada Tuhan dalam pikiran dan doa-doa saya setiap hari, 'mengapa Tuhan menciptakan gunung, batu, dan salju yang indah ini di daerah Suku Amungme?'"
"Jika itu alasan-Mu, lebih baik musnahkan kami, punahkan saja kami agar mereka bisa mengambil dan menguasai semua yang kami miliki, tanah kami, gunung kami, dan setiap penggal sumber daya kami," kata Tuarek Natkime.
Tuarek Natkime, Kepala Suku Amungme (boombastis.com)
Hingga kini, nasib Suku Amungme masih tetap sama seperti dulu. Tak ada yang berubah meski tanah yang mereka diami telah menganga lebar. Padahal, tanah mereka bisa memberikan kesejahteraan pada mereka dan masyarakat di luar Papua.
Kehadiran PT Freeport Indonesia juga telah mengakibatkan masalah yang menimbulkan dampak sosial dan psikologis yang serius bagi kehidupan Suku Amungme. Termasuk juga dampak lingkungan yang tak kalah buruk.
Kini wilayah Suku Amungme menjadi Kota Tembagapura (portonews.com)