Dasar lantai ruangan tersebut terlihat berdebu, dan ada juga bagian lainnya yang tampak basah oleh tetesan air yang jatuh. Kemudian aku memasukkan tangan ke dalam saku tas kecilku untuk meraih beberapa butir batu. Kemudian batu-batu tersebut aku jatuhkan ke dalam ruangan tersebut.
Ketika batu itu menghantam lantai dasar, kedengarannya seperti benturan batu dengan batu.
"Sepertinya lantai ruangan ini terbuat dari semen" Begitu kata Pak Witan. Kami semua diam tidak menanggapi karena mungkin sama setuju dengan pendapat beliau.
"Ayo, siapa yang berani turun duluan?" Tanya Pak Witan kepada kami sambil tersenyum kecil. Kami semua saling tatap-menatap tidak ada yang bersedia lebih dulu.
"Baiklah, mari kita periksa apakah ada emas yang masih tersimpan di bawah sana?" Pak Witan langsung mengambil posisi untuk menjadi orang yang pertama kali masuk dan turun kedalam ruangan misterius tersebut. Beliau tampak tersenyum kecil sambil menengadah ke atas ke arah kami. Sedikitpun beliau tidak terlihat takut.
Setelah itu, kami bertiga pun menyusulnya satu persatu. Sedangkan anjing-anjing kami masih tinggal di atas.
Ruangan pertama yang kami masuki itu cukup besar, luasnya mungkin hampir sama dengan luas lapangan bulu tangkis. Akan tetapi sepertinya itu bukanlah satu-satunya ruangan tersembunyi yang ada di bawah sana. Terlihat ada lagi lorong panjang yang yang mengarah ke arah barat.
Aku mendekati dinding ruangan dan kemudian menempelkan tanganku untuk melihat dari bahan apakah ruangan ini di bangun. Ternyata ruangan itu di bangun menggunakan semen dan sebagiannya lagi dari batu alami yang di pahat rapi.
Pak Witan kembali menyalakan obornya, dan kemudian beliau meletakkan obor-obor tersebut di tepi-tepi lorong jalan supaya jalan di lorong tersebut dapat terlihat dengan jelas.
"Tempat apa ini?" Logi berbicara sendiri. Dari nadanya terdengar seperti orang yang masih bingung dan tidak percaya.
"Mungkin tempat ini adalah tempat ruangan bawah tanah milik penjajah Belanda ataupun Jepang pada zaman dulu yang sudah lama di tinggalkan" Begitu terang Pak Witan kepada Logi.
Aku juga sependapat dengan beliau.
"Hey, ayo kesini, coba lihat ini tulisan apa?" Mardian sedikit meninggikan nada suaranya. Kamipun segera bergegas untuk menilik.
"Sepertinya ini bahasa Belanda, tapi aku tidak tahu apakah artinya tulisan tersebut. Disana juga tertulis "1876".
Mungkin bangunan ini di dirikan pada tahun ini? Aku meletakkan telunjukku di atas angka tersebut.
"Waw, ini adalah sebuah keajaiban kita bisa menemukannya, tempat ini adalah salah satu tempat yang paling bersejarah di negara kita" Mardian menatap wajah kami satu persatu dengan tampan serius dan kagum.
Kami terus berjalan melihat-lihat satu ruangan ke ruangan yang lain. Ternyata ruangan bawah tanah itu sangat luas sekali, sudah lebih dari 30 ruangan yang telah kami temui, akan tetapi jalan masih juga terlihat panjang ke arah barat.
Ilustrasi (Kaskus.id)
Kami terus berjalan pelan.
"Hey! Sini, Cepat!
Logi berteriak memanggil kami. Kamipun segera bergegas untuk melihat apakah benda yang hendak ia tunjukkan kepada kami itu.
"Bukankah itu adalah tulang-tulang manusia?" Logi bertanya dengan nada suara yang cukup tinggi, sehingga membuat aku sedikit terkejut mendengarnya. Apa lagi dia mengatakan tulang manusia, bukan main terkejutnya aku mendengarnya.
Benar itu adalah tulang manusia. Tulang tulang itu terlihat berserakan di lantai dalam ruangan yang tertutup rapat oleh jeruji besi. Tulang-tulang tengkorak itu terlihat sangat mengenaskan, hampir semua tulang-tulangnya itu terlihat banyak yang lepas dari anggota badannya. Mungkin mereka di bunuh dan kemudian di biarkan begitu saja hingga jasad mereka membusuk dan hancur. Begitulah dugaanku.
Setelah melihat kejadian tersebut, sekujur bulu romaku mulai berdiri. Aku dapat merasakan rasa takutku tiba-tiba saja datang menyerangku. Akan tetapi aku berusaha untuk tetap tenang dan berjalan dengan santai bersama teman-temanku.
Tidak lama setelah itu, tiba-tiba saja kami mendengar ada suara orang yang memukul besi dengan pukulan yang cukup keras. Bayangkan jika ada orang yang memukul besi dalam ruangan yang tertutup, bunyinya terdengar sangat jelas dan menggema.
Kami semua langsung berhenti. Kami diam di tempat masing-masing untuk mencari tahu dari arah manakah suara pukulan itu berasal. Dan ternyata suara pukulan itu berasal dari belakang ruangan yang berada di samping kiri Pak Witan.
Pak Witan mengarahkan senternya ke arah ruangan tersebut, namun beliau tidak menemukan apapun. Akan tetapi, tiba-tiba beliau berjalan sedikit cepat ke arah depan, dan kemudian belok ke arah kiri hingga tubuhnya pun lenyap terhalang dinding. Kami semua langsung menyusul dari belakang.
Ternyata ada jalan kecil yang mengarah ke belakang ruangang tersebut. Dan mengejutkan lagi, ternyata jalan kecil itu menghubungkan kami dengan sebuah lorong yang jauh lebih besar dari pada jalan lorong yang tadinya kami lewati. Benar-benar misterius sekali tempat itu.
Suara itu terdengar semakin dekat. Bunyinya semakin nyaring sekali. Aku bahkan sudah bersiap-siap dengan ketapel di tangan. Sementara Mardian dan Logi bersiap-siap dengan senjata api mereka. Mereka berjalan mengikuti Pak Witan dengan amat pelan, begitu juga denganku.
Pak Witan menoleh ke belakang untuk melihat apakah kami masih berada di belakangnya atau tidak. Sepertinya beliau juga mulai diserang oleh rasa takut.
Mardian menggerakkan kepalanya untuk bertanya kepada Pak Witan dengan bahasa isyarat, Pak Witan menjawabnya dengan muka sipit sembari menggeleng tidak tahu. Suara itu kini sudah semakin dekat sekali dengan kami.
Suara itu terdengar seperti orang yang memberontak untuk merobohkan jeruji besi penjara dengan tangan kosong. Dia terdengar terus memberontak seolah-olah ingin keluar dari jeruji tersebut. Begitulah bunyi suaranya yang kami dengar.
Aku terus berjalan pelan dengan hati dan perasaan yang bercampur aduk antara takut dan penasaran. Dadaku berdetak lebih kencang. Keringat mulai bercucuran deeas di dahi dan juga wajahku. Aku terus melihat ke depan menggunakan cahaya senter yang ada di kepalaku.
Pak Witan tiba-tiba menghentikan langkah kakinya. Beliau perlahan mundur ke belakang dengan sangat hati-hati sekali. Sementara Mardian dan Logi pun juga mengehentikan langkah mereka untuk menunggu Pak Witan tiba di dekat mereka.
Setelah Pak Witan sampai, beliau kemudian menggerakkan tangan seolah menggambarkan sesuatu dengan tangan nya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Dari bahasa isyarat beliau tersebut dapat ku pahami bahwa beliau sedang menjelaskan rupa sebuah makhluk yang memiliki wajah yang sangat buruk dan juga punya rambut yang panjang.
Ilustrasi (grid.id)
Mardian dan Logi bahkan juga terlihat kaget setelah mendengar penjelasan Pak Witan. Mereka kemudian perlahan-lahan mundur kebelakang untuk menemui ku. Sementara Logi berjalan mundur dalam posisi siaga dengan menodongkan senjata ke arah punca suara aneh itu berasal.
Kini suara aneh tersebut tiba-tiba berhenti. Pak Witan mulai menjelaskannya sekali lagi kepada kami. Dan ternyata beliau mengatakan bahwa di sana ada beberapa makhluk yang sedang berdiri memegang besi jeruji penjara, akan tetapi beliau belum sempat melihatnya dengan jelas. Di sana nampak banyak sekali warna merah seperti darah yang tergenang di lantai.
Setelah mendengar hal tersebut, untuk memastikannya, Mardian pun memberanikan diri untuk melihatnya sekali lagi. Sedangkan Logi bersiap-siap menodongkan senjatanya dari belakang untuk menjaga Mardian.
Ilustrasi (LineToday.com)