Yah benar, begitulah aku. Setiap kali dibangunin aku suka marah dan memekik kepada siapa saja yang membangunkan ku. Bagi siapa saja yang tidak tahu tentang hal tersebut jelas pasti akan mengira bahwa aku benar-benar serius berbicara seperti itu. Tapi sumpah, itu semua di luar kesadaranku.
Biasanya kalau kakek dan nenekku membangunkan ku untuk sholat shubuh, mereka pasti membangunkan ku sampai aku duduk. Kalau belum duduk berarti aku belum bangun meskipun mulutku sudah berbicara tidak karuan, alias tidak sadar karena masih tidur.
Yah benar, itu bukan salah Mardian.
"Ada apa di sana? Kenapa kalian pergi kesitu seolah ada sesuatu yang janggal di sana?"
Begini ceritanya Ray.
"Tadi sewaktu kami lagi jaga-jaga diluar bareng Pak Witan, tiba-tiba ada suara keributan anjing-anjing yang sedang ribut di sana, lalu tiba-tiba anjing kakek mu dan anjing Pak Witan langsung berlari untuk mendatangi suara tersebut. Kami tidak sempat menahan mereka, dan kemudian aku langsung membangunkan kau dan Logi untuk menyusul anjing-anjing tersebut, tapi karena kau bilang masih ngantuk, yah kamipun memutuskan untuk pergi bertiga"
"Terus apalagi ceritanya?" Kali ini aku mulai penasaran.
"Sesampainya kami di sana, kami melihat seekor beruang madu jantan yang sedang di kepung oleh beberapa ekor anjing. Beruang itu melawan dan kemudian menyerang anjing-anjing yang berada di dekatnya. Dan akhirnya dua ekor anjing- pun meninggal karena terluka parah di bagian leher" begitu terang Mardian padaku.
"Anjing siapa yang mati?" Aku bertanya panik khawatir akan dua ekor anjing kesayangan kakekku.
Ilustrasi (Senja.com)
"Itu adalah anjing milik orang lain, dan satunya lagi adalah anjing milik Pak Witan. Sedangkan anjing kakek mu itu syukur masih selamat, akan tetapi yang hitam mengalami sedikit luka di bagian perutnya"
"Ayo kita kesana sekarang!" Aku langsung bergerak melangkahkan kaki lebih dulu. Dan Mardian mengikutiku dari belakang.
Setibanya di sana, aku melihat ada dua ekor anjing yang tergeletak penuh darah, sementara beberapa yang lain nampak sedikit terluka sobek. Yang pertama kali ku cari adalah si hitam dan si kuning. Syukurlah mereka baik-baik saja. Hanya saja si hitam terluka sedikit di bagian perut.
Pak Witan terlihat sedikit sedih melihat tubuh salah satu anjingnya yang sudah tidak bernafas lagi. Beliau kemudian mengubur anjing tersebut bersamaan dengan anjing yang satunya lagi. Beliau membuatnya menjadi satu liang lahat, dan kemudian menimbunnya kembali di bantu oleh Logi dan Mardian.
Di tengah-tengah kerumunan anjing, terlihat tubuh seekor beruang madu yang besar tergeletak di tanah. Sepertinya beruang itu sudah meninggal dan tidak berdaya lagi untuk melawan. Aku juga melihat banyak sekali darah yang bersimbah keluar dari bagian kepalanya. Sepertinya beruang jantan ini tewas oleh beberapa kali tembakan senjata api yang dilepaskan oleh Mardian dan Logi.
"Jangan-jangan ini adalah makhluk yang kau lihat mengejarmu di malam itu, Ray? Dia juga tampak hitam dan berbulu lebat" kata Logi padaku.
Ilustrasi (Detik.com)
"Bukan, ini bukan makhluk yang kulihat di malam itu, ukuran tubuh beruang ini hanyalah separuh dari ukuran tubuh makhluk tersebut. Dan ia bahkan terlihat jauh lebih mengerikan dibandingkan dengan beruang ini" Begitu tegasku padanya.
Jam sudah menunjukkan pukul 04:25, sepertinya waktu shubuh telah tiba. Kami memutuskan untuk kembali pulang menuju rumah kakekku.
Tentang keberadaan makhluk aneh tersebut, sampai pada detik itupun kami belum juga melihat adanya tanda-tanda keberadaannya sedikitpun. Dimanakah ia bersembunyi? Entahlah, itulah yang manjadi pertanyaan terbesar kami.
Di malam yang selanjutnya, yaitu malam yang kelima, kami memutuskan untuk menetap di rumah kakekku untuk beristirahat. Dan kamipun belum juga mendapatkan tanda-tanda keberadaanya.
Rencananya kami akan melanjutkan pencarian di malam besok, yaitu dimalam yang ke enam.
Cerita misteri hutan karet bersambung....
Ilustrasi (Kompasiana.com)