Hai patragengs kali ini Paragram.id bakalan kasih kamu cerita dari akun twitter fenomenal bin misterius yaitu Simpleman.
Simpleman mulai melejit namanya karena membuat kisah yang tentunya gak asing buat kita apa lagi kalau bukan cerita yang fenomenal banget ngerinya~
Kali ini ada cerita super seram dari cerita seram simple man yang berjudul "Pesan Dari Mereka" yuk kita pantengin aja kisahnya.
Cerita Seram Simple Man: Pesan Dari Mereka
Selamat malam.
Kali ini gue ingin menyajikan sebuah cerita yang dulu sempat booming di sekolah gue mungkin bukan hanya sekolah gue lebih tepatnya semua sekolah di kota gue tentang sebuah cerita yang masih terpatri dalam ingatan gue tentang kehadiran mereka yang nyata adanya!!
Mentions seperti yang gue katakan cerita ini dulu hampir di ketahui semua anak sekolah mungkin ada pesan yang ingin di sampaikan.
Dalam cerita ini sehingga cerita ini sangat cepat tersebar pesan itu adalah "kami ada" dan gue akan menceritakanya dari sudut pandang gue sebagai Dia.
Dia yang mengalami semuanya sehingga pesan ini bisa sampai kepada kalian.
Dia adalah gue mereka memanggil gue dengan nama "Dayuh".
Dan darisini mari kita mulai memulai peran gue sebagai Dayuh. "Yuh ayok muleh mumpung rung bengi nemen" (Yuh pulang yuk mumpung belum larut) kata teman ngaji gue Pandu.
Gue memandang ke langit dari ubin langgar (surah) yang dingin disana langit sudah menghitam dengan cepat gue bereskan peralatan belajar.
Gue memasukkanya dalam kresek
setelah mencari dimana sandal gue berada dengan cekatan gue menyusul Pandu yang sudah berjalan cepat menelusuri jalan setapak persampingan sawah.
Susah memang tinggal di desa pelosok untuk belajar pun harus pergi ke balai desa karena hanya disana lampu terang benderang.
Gak seperti di rumah listrik saja belum pasang bukan cuma gue namun hampir semua rumah jarang ada yang pasang karena mahalnya biaya.
Namun mata gue teralihkan pada Pandu yang berjalan semakin cepat nyaris seperti berlari gue pun mengikutinya dengan langkah cepat juga
"jok banter-banter tah nek melaku" (jangan cepat-cepat tah kalau jalan) kata gue setengah berteriak.
Pandu masih berjalan cepat seakan di kejar sesuatu. "kebengen Yuh ben cepet sampe omah wedi aku nek liwat kebon kelopo" (kemalaman kita biar cepat sampai rumah takut-
-aku kalau lewat kebun kelapa).
"Kebon kelopo cak Sarmbon" (kebun kelapa milik pak Sarmbun!)
"Iyo" kata Pandu.
"Onok opo seh nggok kunu kok Wedi" (memang ada apa sih disitu kok takut) kata gue bingung.
"Cah iki gak tau krungu tah" (anak ini emang gak pernah dengar ya).
Pandu berhenti ia melotot sembari berbisik di telinga gue "wingi onok sing liwat kunu bengi trus onok suoro nyelok-nyelok eroh teko ndi suoro iku?"
(Kemarin ada yang lewat situ ada suara memanggil tahu darimana suara itu terdengar?)
Gue cuma menggelengkan kepala.
"Tekan nduwor wit kelopo eroh opo sing nyelok" (dari atas pohon kelapa tahu apa yang memanggil) tanya Pandu.
Gue terDiam cukup lama memproses ucapan Pandu yang masih menunjukkan ekspresi ngeri.
"opo kui" (memang apa?).
Pandu meminta gue mendekatkan telinga lebih dekat.
"gok nduwor onok" (Diatas ada) Pandu terDiam lama "Kemamang".
Gue mengerutkan dahi mencerna ucapanya lagi. tidak ada yang tidak mengenal nama itu.
Namun bukan nama itu yang di takuti jarang orang takut dengan kemamang yang mereka takutkan bahkan bukan itu. Melainkan siapa pemilik kemamang itulah yang di takuti oleh orang.
"Onok Janggor ireng lak'an" (ada Janggor hitam dong).
Pandu mengangguk "mangkane ayo cepet" (makanya ayok cepat) ucap Pandu setengah berlari gue pun mengikutinya sebenarnya hal seperti ini sudah sering terdengar di desa ini mulai dari Kemamang.
(Binatang berwujud api) Janggor ireng yang menyerupai wujud manusia dengan kulit hitam sampai kuntilanak bahkan pocong namun gue tidak pernah percaya akan hal itu tidak! bahkan sampai saat ini. semua itu hanya Mitos belaka.
Ilustrasi (nme.com)
Mitos yang di buat hanya agar anak-anak tidak bersikap nakal mitos untuk membuat orang kemudian percaya dan menjadi takut mitos yang hanya di buat sebagai penghantar pesan dengan tujuan yang tidak di ketahui namun semua berubah ketika gue meninggalkan desa ini.
Gue masih inget bagaimana Pandu mengantar gue sampai ke stasiun bagaimana gue mengucapkan salam perpisahan dan kami tidak pernah bertemu lagi.
Di kota bapak yang seorang PNS mendapat rumah dinas baru semua itu merubah ekonomi keluarga gue sejak bapak naik pangkat.
Gue tentu harus siap dengan gaya hidup yang baru punya sekolah baru punya teman baru bahkan pada hari itu seolah menjadi titik dari semua hal baru yang gue miliki dimana ibuk melahirkan seorang anak perempuan adik gue Hanif.
Dihari pertama sekolah gue banyak mendapatkan teman baru namun yang paling dekat dengan gue hanya Tio dan Hendra 2 anak yang kelak akan menjungkirbalikkan dunia gue sampai gue gak tau lagi bagaimana biar gue tetap sadar dengan dunia ini.
Siang itu Tio dan Hendra banyak membahas tentang cerita-cerita hantu mulai dari penanggalan jawa (prambon) sampai ke cerita kuntilanak di jalan Taru**ne**** jujur gue gak peduli dengan itu.
Semakin lama cerita itu terus menerus terdengar di telinga gue sampai gue akhirnya muak dan mengatakan bahwa gak ada yang namanya kuntilanak gak ada yang namanya hantu apalagi percaya pada penanggalan jawa (prambon) semua itu hanya mitos.
Gue masih ingat Tio dan Hendra tidak terima jadi Dia menantang gue untuk membuktikan gue putar pertanyaanya bagaimana cara gue bisa membuktikanya entah apa yang gue pikirkan waktu itu setelah tiba-tiba Tio dan Hendra mengatakan. "Wani merjur gak?" (berani merjur gak?)
Gue gak paham apa itu merjur sampai mereka mulai menceritakanya dan gue cuma mengerutkan dahi mendengarnya.
"Merjur" adalah sebuah tindakan dimana kita memeras jeruk nipis di atas darah orang yang meninggal.
Terdengar lucu namun gue menerimanya. toh itu semua mitos belaka. Gue tanya dimana bisa mendapatkan darah orang meninggal dan tampak dua teman baru gue bingung karena waktu itu kami hanyalah anak SMP yang masih terbatas dalam segala hal.
Gertakan gue setidaknya cukup membuat 2 teman gue gak melanjutkan cerita mereka tidak sampai saat itu.
Sekolah SMP gue hanya berjarak beberapa meter dari pasar tidak jauh darisana lalu lalang kendaraan besar menjadi pemandangan yang biasa seusai bel pulang sekolah seperti biasa satpam mengamankan jalan tidak ada yang aneh dari semua itu kemudian terdengar suara orang menjerit.
Jeritanya membuat seisi pasar heboh dan kemuDian tertuju kepadanya yang tampak shock melihat pemandangan di depanya.
Seorang wanita terlindas Truk tronton dimana badanya tergilas hingga kepala si perempuan memutar mengikuti roda kejadian itu berlangsung sangat cepat.
Namun sialnya gue melihat semuanya melihat bagaimana wajah wanita itu kepalanya tersangkut di sela antara roda dan kap dalam Ban rambut panjangnya melilit bagian bawah mobil dengan darah yang tercecer di sepanjang jalan. gue shock. Diam mematung.
Selang beberapa lama insiden itu menimbulkan kehebohan yang tak terkendali semua anak SMP bahkan memenuhi jalan hanya untuk sekedar melihat pemandangan naas itu dan entah bagaimana Tio dan Hendra menatap ke arah gue sontak gue tahu arti tatapan mereka.
Gue masih inget bagaimana gue berdebad bahwa memeras jeruk nipis di darah korban kecelakaan tadi sangat tidak pantas di lakukan namun Tio dan Hendra hanya mengatakan bahwa ucapan gue gak lebih dari ucapan seorang yang takut seorang pengcut yang tidak mau mengakui bhwa mereka itu ada.
Dengan wajah gemas gue hanya menjawab. "engkok bengi mari maghrib nang kene tak enteni" (nanti malam habis maghrib saya tunggu kalian disini).
Ilustrasi (revolvy.com)
Tio dan Hendra tampak puas mendengar jawaban gue. Seperti yang seharusnya gue datang sesuai janji pertemuan di tangan terdapat kantung kresek berisikan jeruk yang gue ambil dari dapur Tio dan Hendra rupanya sudah menunggu seakan bahwa pembuktianya di lakukan malam ini.
berbekal senter kecil di jalanan lenggang itu kami mulai mencari korban sudah tidak ada jalanan pun tampak sudah bersih tidak ada bercak darah lagi disini tidak sampai Tio menunjuk sesuatu yang merah kehitaman tanda bahwa ada beberapa bagian jalan yang luput dari pembersihan. dengan cepat mereka mulai mengiris jeruk itu.
Memberikanya pada gue yang tiba-tiba mulai ragu. Tatapan Tio dan Hendra adalah tatapan dari teman yang tidak akan pernah gue lupain bahkan hingga saat ini.
Gue memeras potongan jeruk nipis itu meneteskanya pada darah kering itu yang konon mereka percayai bahwa tetesan dari jeruk itu akan membuat rasa sakit teramat sangat
sehingga mereka kelak akan mengejar sesiapapun yang melakukanya.
Hah? Netesin darah kering pakai tetesan jeruk? Waduh kelakuan...
Penasaran dengan kelanjutan kisah Cerita Seram Simple Man: Pesan Dari Mereka? Ikuti part selanjutnya.... Pesan Dari Mereka Part 2
Ilustrasi (Rakyatku News)