Siapa sih yang nggak tahu Majalah Bobo? Populer banget lho di kalangan anak-anak, bahkan sampai orang dewasa pun pasti tahu majalah ini. Nah, salah satu yang menarik dari majalah ini adalah cerpen-cerpennya, gengs.
Waktu kecil, pasti kamu pernah dong baca kumpulan cerpen dari Majalah Bobo? Sekarang mungkin cerpen udah nggak banyak ditemukan, makanya yuk kita bernostalgia ke masa kecil dengan baca beberapa kumpulan cerpen anak.
Jeritan Hati Seorang Anak
Tak seorang pun memikirkan diriku.
Tak seorang pun di rumah ini mengerti diriku.
Hampir semua kawanku di kelas diizinkan menonton pertunjukan robot di Senayan.
Tapi, Ayah, Ibu dan kedua kakakku tidak berniat menontonnya.
Kata Ibu, "Karcisnya mahal."
Kata Ayah, "Lihat saja nanti!"
Kata kedua kakakku, "Apa, sih, bagusnya nonton robot?"
Padahal aku ingin sekali menontonnya.
Coba kalau ada pameran tanaman hias, pasti kedua kakakku ribut ingin pergi. Kalau ada pameran elektronika atau mesin-mesin, Ayah pasti tidak melewatkanya. Dan Ibu paling semangat kalau ada pameran buku.
Apa boleh buat. Aku hanyalah seorang anak. Aku tak berdaya.
Majalah Bobo (naqiyyahsyam.com)
Maxi, Keledai Ingin Menjadi Seekor Zebra
Di sebuah hutan, tinggallah seekor keledai. Maxi namanya.
Maxi bagaikan katak dalam tempurung. Ia tak pernah bersahabat dan mengenal perilaku binatang hutan lainnya.
Pada suatu hari, Maxi merasa jemu dengan suasana hutan. Ia ingin berjalan-jalan. Belum lama berjalan-jalan, ia bertemu dengan seekor binatang yang belum pernah dilihatnya.
“Namaku Zebra! Semua makhluk di hutan ini sangat menghormatiku. Manusia juga menghormatiku. Misalnya mereka selalu menyeberang di tempat penyeberangan yang dinamakan zebra cross, seperti namaku,” ujar Zebra dengan sombong.
Dengan hati sedih keledai meninggalkan teman barunya.
“Ah, kalau saja aku memiliki garis-garis hitam di tubuhku. Pasti semua makhluk akan mengormati aku juga,” pikir Maxi Keledai. Ia lalu berjalan dengan langkah gontai.
Ikon Majalah Bobo (kompasiana.com)
Tobi dan Genderang Penyelamat
Dung durung dung dung! Tobi memukul genderang kecilnya dengan semangat. Genderang itu hadiah dari kakeknya. Meskipun sudah tua, bunyinya masih cukup nyaring. Lama-lama, tidak hanya satu orang yang protes. Dua, tiga, empat, bahkan banyak penduduk desa memprotes bunyi gendering Tobi yang tiada henti.
"Kalau ingin bermain genderang, pergilah ke hutan!"
Ke hutan? Ya, itu ide bagus! Tobi senang sekali pergi ke hutan. Di sana, suara genderangnya tidak akan mengganggu penduduk desa. Suatu siang, Tobi sedang asyik memukul genderangnya. Binatang-binatang berkumpul di sekitarnya. Beberapa di antara mereka menarinari, mengikuti irama genderang Tobi. Tiba-tiba binatang-binatang itu membubarkan diri dan berlari ketakutan.
"Hei, kenapa kalian lari?" tanya Tobi heran. Tapi, binatang-binatang itu tidak ada yang bisa memberi tahu.
"Kebakaran! Kebakaran!" Seorang penduduk desa berteriak-teriak dan berlari melintasi Tobi. Tobi berusaha mengejarnya.
"Di mana ada kebakaran?" seru Tobi.
"Desa! Desa kita kebakaran!"
"Oh, gawat! Aku harus segera mencari bantuan!" pikir Tobi.
Sebuah ide melintas di kepalanya. Dung dung dung! Dung dung dung! Dung dung dung! Tobi memukul genderangnya dengan irama tertentu sekuat tenaga. Genderang itu dipukulnya tanpa berhenti. Kedua tangan Tobi sudah lelah.Tapi, dia tetap memukul genderang itu dengan semangat.
Ternyata, usaha Tobi tak sia-sia. Bunyi genderang Tobi terdengar hingga ke desa-desa di sekitarnya. Mereka segera tahu kalau di desa Tobi telah terjadi kebakaran.
Bala bantuan segera berdatangan. Api yang telanjur berkobar dapat dipadamkan. Desa Tobi berhasil diseiamatkan dari kebakaran hebat. "Berkat suara genderang Tobi, kita semua selamat!"
Majalah Bobo ulang tahun (bobo.id)