Perjalanan Anisti: Menyalakan Kekuatan Dialog dari Pesisir Indramayu ke Panggung Akademik

Lewat disertasi doktoralnya di IPB, Anisti menghadirkan model komunikasi dialogis bagi nelayan kecil Indramayu untuk melawan ketimpangan sosial.

Anisti adalah Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bahasa Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI). Baru-baru ini, sosoknya menarik perhatian karena mengangkat dialog nelayan Indramayu ke dalam sidang doktoral IPB, yang digelar di Gedung Pascasarjana IPB, Selasa (19/8/2025). 

Bagi Anisti, gelar akademik bukan sekadar pencapaian pribadi. Karenanya, dia membawa visi tentang bagaimana dialog bisa menjadi sumber kekuatan baru bagi nelayan kecil di Indramayu.

Mengangkat Sisi Lain Masyarakat dalam Disertasi

Dalam disertasinya yang berjudul “Kekuatan Dialog dalam Komunikasi Gerakan Sosial Komunitas Nelayan Kecil Praja Gumiwang Indramayu”, Anisti menegaskan bahwa percakapan sederhana bisa menjelma menjadi napas demokrasi. Baginya, dialog tidak berhenti pada pertukaran kata, melainkan menjadi sarana untuk keluar dari ketimpangan struktural yang sering mengekang masyarakat pesisir.

“Ruang publik seharusnya jadi wadah demokrasi, tempat warga dan pemerintah berdialog secara bebas, rasional, dan kritis terhadap kekuasaan,” ujarnya dalam sidang terbuka.

Mengacu pada teori ruang publik dan tindakan komunikatif Jürgen Habermas, Anisti melihat bahwa nelayan kecil yang termarjinalkan justru dapat menemukan kekuatan lewat forum diskusi, musyawarah, hingga percakapan informal di balai desa. Ia juga menyinggung kritik Nancy Fraser yang menyoroti adanya ketidaksetaraan dalam ruang publik. Dari titik inilah, Anisti mengajukan model komunikasi yang menekankan dialog tatap muka, yang jujur, setara, dan membebaskan.

Suasana Sidang Doktoral Anisti (Foto: Doc. Pribadi)

Suara Kritik dari Pesisir

Nelayan kecil, menurut Anisti, bukan hanya bergelut dengan badai laut atau hasil tangkapan yang tak menentu. Mereka juga terbentur akses minim terhadap kebijakan, informasi, dan ruang representasi. Persoalan inilah yang coba dibedah dalam risetnya.

“Komunikasi gerakan sosial adalah praktik dialog kolektif. Di sanalah tercipta solidaritas, konsensus, dan partisipasi berkelanjutan yang mendorong transformasi sosial,” tegasnya.

Dengan begitu, percakapan bukan sekadar obrolan ringan, melainkan senjata untuk menegosiasikan ketimpangan yang menjerat komunitas pesisir.

Suasana Sidang Doktoral Anisti (Foto: Doc. Pribadi)

Dari Teori Menuju Aksi

Lebih jauh, Anisti menekankan bahwa disertasinya tidak berhenti pada tataran akademik. Ia menawarkan model komunikasi praktis yang dapat diterapkan oleh komunitas nelayan kecil agar suara mereka lebih terdengar dalam proses pengambilan keputusan. Bagi Anisti, komunikasi bukan sekadar alat penyampai pesan, melainkan ruang untuk resistensi sekaligus pemberdayaan.

Sidang doktoral yang dipimpin oleh Prof. Dr. Sofyan Sjaf (Dekan FEMA IPB) itu dihadiri oleh sejumlah penguji. Momen ini menandai babak baru dalam perjalanan akademiknya. Namun, bagi Anisti, gelar doktor hanyalah langkah awal untuk misi yang lebih besar: membawa ilmu komunikasi kembali ke masyarakat, menyalakan solidaritas, dan memastikan suara dari dermaga Indramayu tidak tenggelam oleh arus besar zaman.

Suasana Sidang Doktoral Anisti (Foto: Doc. Pribadi)