Makin Parah! Kualitas Udara Jakarta yang Terburuk Nomor 3 di Dunia

Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk ke-3 di dunia, sudah tidak sehat untuk ditinggali.

Kualitas udara Jakarta, pada Senin (27/5/2024), berada dalam kategori tidak sehat dan masuk 3 kota terburuk di dunia. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh situs pemantau kualitas udara IQAir, kualitas udara ibukota berada di angka 176, dengan angka partikel halus (particulate matter/PM) 2,5 di angka konsentrasi 91 mikrogram per meter kubik.

Konsentrasi tersebut setara 18,2 kali dari nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang merupakan standar kualitas udara yang sehat. Berdasarkan laporan situs pemantau kualitas udara dengan waktu terkini, mencatat Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara peringkat 3 terburuk di dunia.

5 kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada Senin (27/5/2024), antara lain Kairo (Mesir) di angka 177, Lahore (Pakistan) di angka 176, Jakarta (Indonesia) di angka 176, Delhi (India) 175, dan Kinshasa (Kongo) 165. Ke-5 kota di dunia tersebut, masuk dalam kategori kualitas udara tidak sehat.

Selain Jakarta, situs pemantau kualitas udara tersebut juga mencatat sejumlah kota besar lain di Indonesia masuk dalam kategori tidak sehat, di antaranya Tangerang Selatan (Banten) di angka 201, Bandung (Jawa Barat) di angka 139, dan Surabaya (Jawa Timur) di angka 138. Masyarakat pun direkomendasikan untuk menghindari aktivitas di luar ruangan, mengenakan masker saat di luar, menutup jendela untuk menghindari udara luar yang kotor serta menyalakan penyaring udara.

Sementara itu, Sistem Informasi Lingkungan dan Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta menyebutkan bahwa kualitas udara di Jakarta untuk polusi udara PM2,5 berada pada kategori sedang. Dari lima lokasi yang masuk dalam pemantauan semua masuk pada kategori sedang. Untuk titik pemantau yang berada di Kelapa Gading di angka 92, Kebon Jeruk di angka 99, Bundaran HI 95, dan Jagakarsa 72.

Kategori sedang berarti tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif. Sementara untuk kategori tidak sehat yaitu tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.

Ilustrasi kualitas udara Jakarta (via Greenpeace)

Sebelumnya, BMKG mengungkapkan bahwa Jakarta mulai memasuki musim kemarau pada Mei dan diprediksi mencapai puncaknya pada Juni 2024. Bersamaan dengan itu, Jakarta diprediksi kembali dilanda polusi udara.

Koordinator Sub Bidang Informatif Gas Rumah Kaca BMKG Albert Nahas mengatakan fenomena iklim global berupa El Nino, La Nina dan Dipole Mode Positif/Negatif turut mempengaruhi partikel polutan di Indonesia, termasuk di Jakarta.

Albert mengungkapkan La Nina mempengaruhi konsentrasi PM2.5 di Indonesia dan membagi wilayah Indonesia menjadi Timur dan Barat berdasarkan respon PM2.5 terhadap La Nina. Salah satu dampaknya, konsentrasi PM2.5 cenderung tinggi pada malam hingga pagi hari dan rendah pada siang hari.

"Fenomena iklim global bisa mempengaruhi iklim di Indonesia yang juga berakibat ke kondisi PM2.5," katanya.

Ilustrasi kualitas udara Jakarta tidak sehat (via Kompas.com)