Sudahkah Kita Menjadi Makhluk Sosial?

Pada dasarnya manusia memang makhluk sosial, apa sih makhluk sosial itu?

Hai Kalmers, sejak kecil kita banyak mendengar dan membaca bahwa manusia adalah makhluk sosial. Artinya, manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan orang lain untuk berkenalan, berinteraksi, dan berbagi. Namun, masihkah kita menjalani peran tersebut?

Si Handphone Pintar

Di era globalisasi ini, akses untuk berhubungan dengan orang lain semakin mudah didapat. Si “Handphone Pintar” kian memudahkan untuk kita memangkas jarak antara satu dengan lainnya. Kita dapat berkomunikasi kapan pun dengan jarak sejauh apa pun. Berbagai jenis aplikasi yang memanjakan kita untuk dapat menjaga hubungan dan menjalankan peran sebagai makhluk sosial. 

Tapi, sudahkah kita menjadi makhluk sosial dengan kemudahan yang telah diciptakan tersebut? Apa kita memangkas jarak dengan orang yang jauh namun memperlebar jarak dengan orang-orang di sekitar kita? Atau kita tidak memanfaatkan kecanggihan si Handphone Pintar untuk menjalani peran sebagai makhluk sosial?

Sudahkah Kita Menjadi Makhluk Sosial? (pixabay.com)

Refleksi diri

1. Pernahkah Kalmers merasa sepi saat berada di antara keramaian?

2. Pernahkah Kalmers berkumpul dengan teman tapi semuanya sibuk sendiri?

3. Pernahkah Kalmers mempertahankan komunikasi dengan orang dari pulau lain, namun lupa menegur teman di sebelah kita? Atau,

4. Pernahkah kita secara tiba-tiba baru menyadari bahwa teman sebelah meja di kafe atau sebelah meja kerja kita bukan lagi orang yang beberapa menit lalu duduk di tempat tersebut? Atau bahkan kita tidak sadar pernah ada orang di sebelah kita?

Sudahkah Kita Menjadi Makhluk Sosial? (pixabay.com)

Peduli dengan orang-orang di sekitar

Handphone pintar memang membantu kita untuk menjaga komunikasi dengan orang-orang. Ia juga memangkas jarak yang membentang. Namun, sudahkah kita melakukan hal yang sama untuk orang-orang di sekitar kita? Atau, memanfatkan kecanggihan teknologi tersebut untuk peduli dengan orang-orang sekitar?

Sudahkah kita menyapa satpam di kantor? Sudahkah kita mengajak berbicara rekan satu tim kita? Sudahkah kita bertegur sapa dengan tetangga di samping rumah?

Dewasa ini, banyak orang lupa untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di dekat kita, baik menghubungi via chat atau bertegur sapa secara langsung. Padahal, akhir-akhir ini sangat banyak kasus pertengkaran, kecemasan, hingga depresi, ketika orang-orang terdekat tidak mengetahui masalah yang dialami. Kita akan mulai menyadari orang-orang di sekitar kita memiliki masalah hingga terjadi sebuah kejadian besar, misalnya perceraian hingga bunuh diri. 

Padahal bila kita dapat mengetahuinya lebih cepat, bisa saja kejadian atau peristiwa tersebut dapat dicegah. Oleh karena itu, mulailah lebih peduli dengan orang-orang di sekitar kita. 

Sudahkah Kita Menjadi Makhluk Sosial? (pixabay.com)

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjadi peduli dan menjalankan peran sebagai makhluk sosial, diantaranya:

1. Menyapa orang-orang yang sering kita temui

Saat menyapa, cobalah untuk mempertahankan pandangan kepada lawan bicara. Lihatlah respons yang ia tunjukkan. Apakah raut wajahnya terlihat bahagia atau terlihat gurat-gurat kelelahan pada ekspresinya. Atau, apa mungkin ia tidak menyadari kehadiran Anda? Cobalah untuk lebih peka dengan orang yang menjadi lawan bicara Anda.

2. Memberi Umpan Balik

Setelah mengobservasi raut dan respons dari lawan bicara Anda, maka waktunya kita memberikan umpan balik kepada lawan bicara. Misalnya, memberikan refleksi pada raut wajah yang kita perhatikan, seperti, “Wah, kamu terlihat sangat fresh, apa yang terjadi?” atau “Apa yang terjadi hingga ekspresimu semuram itu?” dan lainnya. 

Memberikan umpan balik, akan membuka komunikasi antara kita dan orang-orang di sekitar kita.

Sudahkah Kita Menjadi Makhluk Sosial? (pixabay.com)

3. Tersenyum

Tahukah Kalmers, bahwa emosi itu dapat menular? Hal ini terjadi karena kita memiliki mirror neuron, persisnya ketika saraf mengirimkan informasi kepada lawan bicara kita untuk juga merasakan hal yang sama dengan yang kita rasakan. Maka cobalah tersenyum saat berbicara maupun bertegur sapa dengan karabat Anda, sehingga emosi positif yang kita miliki dapat ditebarkan kepada orang lain.

4. Membuat kontak mata

Akhir-akhir ini, beberapa orang mulai melakukan tegur sapa hanya sebagai basa-basi tanpa adanya intensi untuk melakukannya dengan serius. Komunikasi tersebut yang membuat kita berjarak dengan orang-orang di sekitar kita. Kita tidak menunjukkan ketertarikan atau kehangatan ketika berkomunikasi. Oleh karena itu, mulailah untuk menatap mata lawan bicara Anda kapan pun Kalmers melakukan komunikasi.

5. Bernapaslah dengan teratur

Sama halnya dengan tersenyum, bernapas dengan ritme yang teratur akan membuat tubuh kita santai dan tenang. Saat kita dapat bernapas dengan ritme yang teratur maka orang-orang di sekitar kita yang terlihat sedang marah atau kesal atau terlihat sedang sangat banyak pekerjaan serta terlihat kerepotan, maka cobalah untuk menjaga kontak mata dengan lawan bicara kita dan bernapaslah dengan teratur. Napas yang kita lakukan dengan teratur sambil melihat lawan bicara kita, perlahan-lahan akan membuatnya meniru ritme napas yang kita lakukan sehingga ia juga merasakan ketenangan yang ingin kita bagi.

6. Jadilah pendengar yang baik

Menjadi pendengar yang baik dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bisa melalui telepon, chat, maupun percakapan langsung. Cobalah untuk mulai menanyakan kabar orang-orang di sekitar Anda yang sudah lama tidak disapa, atau mungkin dari hasil pengamatan Anda, ia butuh untuk didengarkan. 

Cobalah untuk memulai komunikasi dengan isi percakapan sehari-hari yang ringan, misalnya, menanyakan sarapannya hari ini, rencana makan siangnya, perjalanan yang ia tempuh untuk ke kantor atau ke kampus, dan lain sebagainya. Memulai berkomunikasi akan membuat benteng pertahanan lawan bicara kita perlahan-lahan runtuh sehingga ia dapat percaya dan terbuka dengan kita.

Sudahkah Kita Menjadi Makhluk Sosial? (pixabay.com)

7. Empati

Kata yang sederhana, namun berdampak luar biasa. Empati dapat dilakukan dengan melakukan keenam hal yang telah KALM sebutkan di atas. Dengan berempati, orang akan merasa didengarkan dan diperhatikan. Empati juga dapat dilakukan dengan melakukan refleksi dari perkataan maupun emosi dari lawan bicara. Misalnya, ia menyatakan, “Aku kesel karena si bos gak pernah mau dengar saran aku,” maka kita dapat merespons dengan “Sepertinya kamu kesal ya diperlakukan demikian.”

Pada dasarnya manusia ingin didengarkan. Namun masih adakah kekhawatiran bahwa Kalmers tidak dapat memberikan solusi permasalahannya? 

Tidak perlu khawatir Kalmers, ketujuh cara tersebut dapat kita kembangkan kembali dan terapkan pada kehidupan sehari-hari agar kita lebih peduli dengan orang-orang yang ada di sekitar kita. Kalau kita merasa tidak dapat memberikan solusi yang efektif, percayalah Kalmers, minimal lawan bicara kita sudah membuka hatinya untuk mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini bersarang di hatinya dan kita tentunya berharap, paling tidak, mengurangi sedikit beban yang sedang ia rasakan. 

Pada hakikatnya, menjadi makhluk sosial adalah menjadi sosok yang peduli dengan orang-orang di sekitar kita. Sudahkah Kalmers menjadi menjalankan peran sebagai makhluk sosial? [djr]

Sudahkah Kita Menjadi Makhluk Sosial? (pixabay.com)