Sang 'Theory of Everything' Telah Berpulang

Stephen Hawking meninggal dunia pada hari Rabu 14 Maret 2018. Dunia sains kehilangan anak paling briliannya.

Fisikawan dan juga kosmolog terkemuka, Stephen Hawking meninggal dunia pada usia 76 tahun hari Rabu 14 Maret 2018. Ia meninggal setelah mengalami komplikasi akibat sklerosis lateral amyotrophic, penyakit neurodegeneratif progresif yang diidapnya sejak lama.

Ia dikenal karena karyanya tentang lubang hitam. Hawking berteori bahwa, bertentangan dengan kepercayaan ilmiah yang berlaku, lubang hitam tak terhindarkan untuk semua bentuk materi dan energi. Mereka sebenarnya memancarkan bentuk radiasi yang sekarang dikenal sebagai radiasi Hawking. Dia juga memainkan peran kunci dalam usaha matematis untuk menyatukan teori relativitas umum Einstein dengan fisika kuantum.

Di tahun 1963, ketika ia baru berusia 21 tahun, Hawking didiagnosis menderita penyakit motor syaraf yang melemahkan sklerosis lateral amyotrophic. Meskipun 80 persen dari mereka yang menderita ALS meninggal dalam waktu lima tahun setelah diagnosis, dokter yang merawat Hawking berhasil memberinya kira-kira dua tahun untuk hidup. Yang membuat ia bertahan selama beberapa dekade, mungkin lebih lama dari pasien lain yang menderita penyakit ini dalam sejarah medis. Hawking menggunakan kursi roda untuk bergerak dan sistem komputer yang canggih untuk berbicara sepanjang waktu sebagai figur publik.

Kehidupan unik sang fisikawan sempat dijadikan film di tahun 2014 yang berjudul "The Theory of Everything,". film ini berdasarkan pada sebuah memoar oleh istri pertama Hawking, Jane Wilde. Aktor Eddie Redmayne yang menjadi Hawking dalam film ini memenangkan Oscar untuk kategori aktor terbaik.

Hawking lahir pada 8 Januari 1942, tepat pada perayaan 300 tahun kematian Galileo di Oxford, Inggris. Ia lahir dari Frank, seorang dokter spesialis penyakit tropis, dan Isobel, seorang sekretaris medis. Dia dan ketiga adiknya kebanyakan tumbuh di kota St. Albans, tepat di sebelah utara London, di tempat yang digambarkan sebagai rumah yang sangat terampil secara intelektual.

Pada masa kecilnya, Hawking dikenal sebagai anak yang gemar pada kesibukannya sendiri. Seperti bermain pada permainan papan dan mengutak-atik komputer. Namun karena kecerdasannya ia ditarik oleh kampus ayahnya yaitu Unversitas Oxford di umur 17 tahun.

Kehidupan kampus Hawking sangatlah brilian hingga ia didiagnosa mengidap penyakit di umur 21 tahun. Namun hal ini tak lantas membuatnya menyerah. Selama dekade berikutnya, Hawking menerbitkan serangkaian makalah inovatif tentang kosmologi dan fisika teoretis yang menjadikannya selebriti di komunitas ilmiah.

Di tahun 1985 Hawking terserang pneumonia saat dalam perjalanan ke Swiss. Dokter melakukan trakeotomi yang memungkinkannya bernafas, tapi membuatnya tidak bisa berbicara secara alami. Awalnya, dia berkomunikasi dengan menggunakan kartu kata, yang sangat lamban. Namun pada tahun 1986, ilmuwan komputer Walter Woltosz memberinya sebuah alat yang akan menyuarakan kata-kata yang diketiknya dengan menggunakan joystick. Hawking menyebut sistem ini, yang sejak itu telah diupgrade beberapa kali, "The Computer." Suara elektroniknya merupakan bagian integral dari citra publik fisikawan.

Pada tahun 2011, Hawking muncul di serial Discovery Channel TV "Curiosity," di mana dia merenungkan asal usul alam semesta dan menolak kemungkinan akan Tuhan dan kehidupan setelah kematian. (Dia pernah menganggap yang terakhir ini sebagai "cerita peri untuk orang yang takut akan kegelapan.") Hanya dalam menghadapi sifat kematian yang terbatas, katanya, apakah kita menghargai keindahan kehidupan yang luar biasa saat ini.

"Mungkin tidak ada surga, dan tidak ada kehidupan akhirat juga," kata Hawking. "Kami memiliki kehidupan yang satu ini untuk menghargai rancangan besar alam semesta, dan untuk itu, saya sangat bersyukur."

To the infinity and beyond Profesor!