Dosen UGM Minta Presiden Rombak Jajaran BMKG Lewat Surat Terbuka

Lewat surat terbuka, seorang dosen di UGM meminta kepada Presiden untuk merombak jajaran BMKG. Bahkan menurutnya, dari kepala hingga ekornya.

Bagas Pujilaksono Widyakanigara, seorang dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), menuliskan surat terbuka. Surat itu berisi permintaan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk merombak jajaran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Tak tanggung-tanggung, Bagas juga meminta agar jajaran itu dirombak dari kepala hingga ekornya.

Menurutnya, BMKG banyak melakukan kesalahan dalam menganalisis bencana. Selain itu, menurutnya, kepala BMKG kerap beralasan bahwa tidak ada peralatan deteksi dini dan gempa karena aktivitas vulkanik gunung api adalah ranah Badan Geologi.

"Saya mengkritisi secara objektif, insya Allah ilmiah. Tidak ada masalah pribadi," kata Bagas, sebagaimana dikutip dari Tempo.co.

Dalam surat terbuka yang disebarluaskan di media sosial, Bagas turut menyoroti Selat Sunda. Bagas menyampaikan duka citanya dan mengucapkan bela sungkawa atas musibah yang menelan banyak korban jiwa dan luka-luka tersebut.

Press conference BMKG (Instagram @dwikoritakarnawati)

Bagas juga menegaskan bahwa kritik tersebut tak bermaksud menyinggung siapa pun. Namun, menurutnya, bencana Selat Sunda adalah kegagalan BMKG dalam memberikan peringatan dini kepada masyarakat. Akibatnya, banyak korban berjatuhan, dan kata Bagas, seharusnya ini tidak terjadi jika kinerja BMKG bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya.

Dalam surat itu, Bagas juga mengatakan bahwa ini adalah kegagalan BMKG yang kedua kalinya setelah tsunami Palu.

Dwikorita Karnawati (Instagram @dwikoritakarnawati)

Di samping itu, Bagas juga menjelaskan bahwa dalam memberikan pernyataan, pimpinan BMKG, menurutnya, sering blunder, ragu-ragu, asal bunyi, dan tidak konsisten. Semua itu merupakan gambaran riil atas ketidakmampuan mereka memahami masalah dan sama sekali tidak ada tanggung jawab profesi sebagai pejabat publik.

Menurut Bagas, pimpinan BMKG saat ini malah justru sibuk ngoceh di televisi. Ocehannya pun hanya membuat blunder.

Insta Story BMKG beberapa waktu lalu (Twitter @riandoed)

Lebih jauh, Bagas juga menganggap BMKG  tidak mampu menghitung tinggi gelombang tsunami yang mengarah ke Pandeglang saat itu. BMKG menyebut tinggi gelombang 0,9 meter. Sementara nelayan mengatakan 12 meter.

"Jujur, saya tidak percaya dengan ketinggian gelombang tsunami 0,9 meter berdasarkan energi kinetiknya yang berimplikasi pada tingkat kerusakan," tulis Bagas.

Kepala BMKG, Prof Dwikorita Karnawati (Twitter @dwiko_rita)

BMKG, buat Bagas, selalu bekerja dengan nalar terlambat. Kini setelah kejadian, mereka sibuk bicara erupsi Gunung Anak Krakatau, longsoran, dan tsunami susulan. "Mengapa hal ini tidak dibahas sebelum tsunami kemarin terjadi," katanya.

Bagas pun menilai, jika kinerja pimpinan BMKG seperti ini, wibawa pemerintah bisa jatuh dan menimbulkan ketidakpercayaan dari masyarakat. Bagas juga menyinggung soal 'tahun politik' dan potensi penggorengan isu untuk mengacau lewat berita hoaks.

Dampak gelombang tsunami Selat Sunda (Twitter @kkpgoid)

Oleh sebab itu, Bagas mengajukan usul kepada Presiden Joko Widodo untuk merombak jajaran BMKG agar lembaga tersebut lebih bermutu. Terlebih dalam memberikan pelayanan peringatan dini kepada masyarakat.

Bagas turut pula menyinggung janji presiden dalam Pemilu 2014 lalu yang akan menempatkan orang-orang ahli di bidangnya untuk bekerja. Dan kini, sudah saatnya untuk dievaluasi.

Dampak gelombang tsunami Selat Sunda (Twitter @kkpgoid)