Pemerintah Thailand Legalkan Ganja Buat Kepentingan Medis, Emang Manfaatnya Apa Sih?

Pemerintah Negeri Gajah Putih baru aja mengumumkan untuk melegalkan ganja. Tapi ya untuk pengobatan. Terus, manfaatnya apa aja sih?

Thailand baru saja mengumumkan bahwa pemerintahnya kini telah melegalkan ganja. Namun, legalisasi tersebut ditujukan semata untuk kepentingan medis.

Legalisasi ganja ini berlaku setelah parlemen Negeri Gajah Putih melakukan pemungutan suara (voting) pada Selasa (25/12/2018) lalu. Dengan begitu, Thailand kini resmi masuk ke dalam 30-an negara yang telah melegalkan ganja untuk kepentingan medis.

Seperti dilansir Kumparan, beberapa negara lain yang lebih awal melegalkannya adalah Belanda, Kolombia, dan Kanada. Sementara Uruguay telah melegalkan ganja sepenuhnya, baik dengan atau tanpa alasan medis apa pun (rekreasional).

Di balik itu, efek medis dari ganja sebenarnya masih diperdebatkan. Beberapa riset menunjukkan bahwa ganja dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang parah. Mulai dari glaukoma hingga mengurangi tremor pada penderita parkinson.

Tanaman ganja (patagonia.net)

Menurut studi Dr. Haggai Sharon dari Sagol Brain Institute di Tel Aviv Medical Center menunjukkan kandungan Tetrahydrocannabinol (THC) dalam ganja berperan untuk meredakan rasa sakit. Studi itu telah dipublikasikan di jurnal Neurology.

Studi itu dilakukan dengan memeriksa kondisi 15 pasien yang mengalami rasa sakit selama enam bulan. Sembilan pasien di antaranya diberi 15 mililiter THC di bawah lidah mereka. Sisanya, diberikan plasebo.

Ilustrasi penderita parkinson (foundationalmedicinereview.com)

Setelah itu, para pasien diminta untuk menilai rasa sakit dari 0 hingga 100. Nah, para pasien yang sudah diberi THC memberi nilai 35 dari 100. Padahal sebelum diberi THC, rasa sakitnya bernilai 53 dari 100.

Hasil studi lain menunjukkan bahwa zat cannabidiol di dalam ganja dapat digunakan untuk mengurangi kejang-kejang pada penderita epilepsi. Studi itu dilakukan pada 214 pasien di 11 pusat perawatan epilepsi di Amerika Serikat dan telah dipublikasikan dalam jurnal The Lancet Neurology pada Desember 2015 lalu.

Tanaman ganja (420intel.com)

Sementara American Cancer Society menemukan bahwa ganja dapat membantu mengurangi rasa mual serta muntah bagi orang-orang yang menjalani kemoterapi.

Nah, itulah beberapa keunggulan ganja beserta kandungannya dalam segi medis. Sementara di Thailand sendiri, ganja telah menjadi tradisi sejak dekade 1930-an untuk meredakan nyeri dan keletihan.

Usulan pelegalan ganja di Thailand pun disetujui oleh anggota parlemen yang melakukan amandemen Undang-Undang Narkotika tahun 1979.

Meredakan mual dan muntah-muntah (telegraph.co.uk)

"Ini adalah kado Tahun Baru dari Majelis Legislatif Nasional kepada pemerintah dan rakyat Thailand," ujar Somchai Sawangkarn, ketua penyusun undang-undang dalam pidato yang disiarkan di televisi nasional Thailand, sebagaimana dilansir Reuters via Merdeka.com.

Jika di beberapa negara Eropa dan benua Amerika telah melegalkan ganja, bahkan sepenuhnya, sebagian besar negara di Asia Tenggara tetaplah ilegal.

Penyelundupan ganja adalah fokus utama pemerintah sekurang-kurangnya di tiga negara, seperti Singapura, Indonesia, dan Malaysia. Bahkan penyelundupnya bisa dikenakan hukuman 

Parlemen di Thailand (pri.org)

Demikian, keputusan Thailand untuk melegalkan ganja tergolong kontroversial. Sementara di dalam negeri, Thailand juga masih harus berhadapan dengan permintaan perusahaan asing untuk mendominasi pasar tersebut.

Keadaan itu akan mempersulit pasien di Thailand mendapat ganja sebagai obat atau untuk penelitian sekalipun. Namun, Panthep Puapongpan, dekan di Institut Integratif Medis dan Anti-Penuaan Dini akan meminta pemerintah untuk menolak semua permintaan itu sebelum undang-undangnya berlaku.

Penolakan itu juga akan didukung oleh sejumlah advokat di Thailand demi bisa melegalkan ganja. Terlebih untuk kegiatan rekreasional.

Di ASEAN, selain Thailand, ganja tetaplah ilegal (straitstimes.com)

Di lain pihak, dukungan legalisasi ganja memang mengalir, untuk keperluan medis terutama. Sebaliknya, ada pula riset yang justru membantah hasil-hasil riset yang pernah dilakukan.

Jika ganja disebut-sebut bisa menyembuhkan glaukoma, American Academy of Ophtalmology (AAO) menjelaskan bahwa efek dari ganja hanyalas sementara. Berkisar antara 3-4 jam saja. Untuk mendapatkan efeknya, penderita perlu merokok ganja sebanyak enam sampai delapan kali.

Akan tetapi, merokok ganja sebanyak itu akan mengacaukan mood pengonsumsinya. Orang itu juga tidak layak untuk menyetir bahkan kemampuan mentalnya juga tak akan berfungsi dengan baik.

Ganja di Thailand untuk keperluan medis (marijuana.com)

Ganja juga disebut akan membuat tekanan darah jadi rendah.

Selain itu, sebuah studi dalam jurnal The Lancet Public Health tahun 2018 ini juga menunjukkan bahwa ganja tidaklah berfungsi untuk menurunkan rasa sakit.

Studi itu dilakukan pada 1.500-an peserta dari Australia. Hasilnya ... tidak ada bukti yang emreka temukan kalau ganja bisa mengurangi rasa sakit. 

Efek konsumsi ganja untuk medis memang masih terus diperdebatkan (medicalnewstoday.com)