Untuk banyak wanita di seluruh dunia, menikah dengan seorang raja tentu merupakan hal yang sangat diimpikan. Kehidupan mereka yang biasa bisa berubah total seperti dalam sebuah negeri dongeng. Tapi hal ini tidak dirasakan oleh Ratu Mesir bernama Safinaz Zulficar atau yang juga dikenal dengan nama Ratu Farida.
Alih-alih kebahagiaan, dia malah menjalani kehidupan yang tragis sebagai seorang anggota kerajaan. Dikutip dari channel YouTube SW History, wanita yang lahir di Alexandria pada 5 September 1921 ini harus menjadi 'mesin' pembuat bayi bagi sang Raja Mesir, yakni Farouk.
Kisah cinta Safinaz dan Raja Farouk dimulai saat keduanya bertemu dalam perjalanan menuju London di tahun 1937. Ketika itu, Safinaz Zulficar masih berusia 15 tahun. Berbeda dari kehidupan Safinaz yang sederhana, Raja Farouk dikenal manja dan selalu memiliki gaya hidup yang glamour dan boros.
Walaupun rakyatnya dilanda kelaparan, Raja Farouk malah tidak peduli dan sengaja membeli makanan mewah. Tidak hanya itu, dia bahkan membeli sebuah mobil berwarna merah dan melarang warga Mesir untuk mewarnai mobil mereka dengan warna yang sama.
Melihat gaya hidup anaknya, sang ibu, janda Ratu Nazli Sabri, untuk menikahkannya dengan seorang rakyat biasa atau golongan kelas menengah ke atas. Pernikahan ini bertujuan untuk menghilangkan predikat 'Raja Boros' yang sudah melekat pada diri Raja Farouk 1.
Ratu Nazli Sabri menginginkan menantu seorang wanita yang cantik, polos, luwes, naif dan baik hati. Ternyata semua tipe ideal itu ada dalam diri Safinaz Zulficar. Hingga akhirnya, Raja Farouk melamar Safinaz di pesta ulang tahunnya yang ke-16.
Singkat cerita, pasangan muda ini menikah di Istana Kuba, Kairo pada 20 Januari 1938, di mana usia keduanya hanya terpaut 1 tahun saja, Raja Farouk berusia 18 tahun dan Safinaz baru menginjak 17 tahun. Setelah menikah, nama Savinaz Zulficar resmi berubah menjadi Farida, sesuai dengan Konvensi Penamaan Kerajaan kala itu.
Penggantian nama ini diprakarsai oleh Raja Fuad 1, di mana disebutkan bahwa setiap anggota keluarga kerajaan harus memiliki inisial nama yang sama. Tapi berbeda dari pendahulunya, Ratu Farida tidak hidup dalam pengasingan. Dia malah mendapat tanggung jawab publik.
Selain sebagai Ratu, dia juga merupakan Ibu Negara yang mendapat kehormatan untuk tugas representasi publik, seperti menghadiri amal, melakukan penggalangan dana, serta menerima tamu pejabat asing. Pernikahan Raja Farouk dan Ratu Farida ini, digadang-gadang sebagai simbol bagi citra modern Mesir.
Ratu Farida dan Raja Farouk (Scoop Empire)
Keduanya digambarkan sebagai pribadi yang revolusioner, terbuka, dan pasangan ideal elite Mesir, yang menjalani pernikahan monogami. Tapi siapa sangka dibalik kemewahan dan peran penting yang disandangnya, Ratu Farida hanya sebuah kedok untuk mencapai tujuan yakni memperoleh ahli waris.
Masalah dalam hidup Ratu Farida dimulai karena anak pertama yang dilahirkannya bukan berjenis kelamin laki-laki, tapi seorang perempuan yang kemudian diberi nama Princess Ferial Farouk. Kelahiran putrinya tidak membuat Raja Farouk bahagia. Tapi dia merasa sang istri masih punya banyak waktu untuk punya anak laki-laki.
Tidak hanya itu, Ratu Farida juga harus berhadapan dengan rasa benci dari ibu mertuanya sendiri. Hal ini karena dia menganggap Ratu Farida bukan sosok wanita yang mudah dikendalikan. Bahkan perseteruan dua Ratu ini selalu jadi skandal publik yang paling memalukan di negara Mesir.
Pada 27 April 1940, Ratu Farida lagi-lagi melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama Princess Fawzia Farouk. Kelahiran ini membuat Raja Farouk marah. Pasalnya, ada kepercayaan di Mesir yang mengatakan seorang pria tidak bisa disebut sebagai pejantan jika tidak bisa menghasilkan keturunan laki-laki.
Ratu Farida dan Raja Farouk (Pikiran Rakyat)
Untuk mendapatkan anak laki-laki, Raja Farouk sampai berkonsultasi dengan pihak dokter soal kesuburan dan mengikuti berbagai cara untuk meningkatkan kejantanan. Raja Farouk juga rela meninggalkan pola diet ketat yang selama dijalaninya dan menjadi sangat terobsesi dengan makanan pria penambah stamina.
Melihat kondisi suaminya yang lepas kendali dan terobsesi dengan keinginan untuk memiliki keturunan laki-laki, Ratu Farida dikabarkan berselingkuh dengan seorang Aristokrat Mesir bernama Wahid Yusri. Hal ini membuat pernikahannya semakin memburuk. Ratu Farida pun semakin menjauh dari semua kegiatan publik.
Di sisi lain, Raja Farouk mulai mengoleksi banyak selir tanpa memikirkan perasaan Ratu Farida. Bahkan Sang Raja malah mengajak salah satu selirnya saat menghadiri sebuah acara penting. Raja Farouk juga berani menempatkan seorang selirnya di samping Perdana Menteri Nuqrashi Pasha sampai membuatnya tersinggung.
Rumah tangga Raja Farouk dengan Ratu Farida makin sengsara setelah kelahiran putri kedua mereka. Bahkan saat Ratu Farida hamil untuk ketiga kalinya, Raja Farouk mencurigai bahwa anak tersebut bukanlah darah dagingnya. Hal ini karena Raja Farouk yakin istrinya selingkuh dengan pelukis Inggris bernama Simon Elwes.
Ratu Farida dan Raja Farouk Bersama Sang Anak (Wikipedia)
Tepat pada 15 Desember 1943, Ratu Farida kembali melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Princess Fadia Farouk. Raja Farouk sangat emosi dan menuduh Ratu Farida yang secara fisik tidak mampu memberinya seorang anak laki-laki. Hingga akhirnya, Raja Farouk menggugat cerai Ratu Farida.
Raja Farouk kemudian mengambil hak asuh atas anak pertama dan keduanya. Sedangkan hak asuh dari putri ketiga mereka, diberikan pada Ratu Farida karena Sang Raja masih meragukan anak itu bukanlah anaknya. Setelah perceraian tersebut, Ratu Farida menyerahkan semua tahtanya.
Tindakan ini kemudian dinyatakan sebagai tindakan emansipasi wanita tertinggi yang pernah terjadi dalam sejarah Kerajaan Mesir. Ratu Farida tinggal di Mesir sampai tahun 1964, sebelum akhirnya memutuskan menetap di Lebanon. Tapi di situ, dia akhirnya bisa bertemu dengan anak-anaknya setelah 10 tahun terpisah.
Sejak resmi bercerai, Ratu Farida tidak pernah lagi menikah ataupun menjalani hubungan dengan siapapun. Dia memilih untuk fokus berkarier sebagai pelukis. Ratu Farida bahkan sempat mengadakan pameran pribadi di Eropa hingga ke Amerika Serikat.
Kehidupan Ratu Farida berakhir pilu dan jauh dari kehidupan kerajaan. Dia meninggal pada 16 Oktober 1988, setelah menjalani perawatan intensif akibat penyakit hepatitis, pneumonia dan juga leukimia yang dideritanya.
Ratu Farida (Pinterest)