Peristiwa pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat yang ternyata direncanakan oleh atasannya yakni Irjen Ferdy Sambo, membuat kepercayaan masyarakat pada kepolisian mulai mengalami penurunan.
Pasalnya, pihak kepolisian sebelumnya mengatakan kalau kematian Brigadir J diakibatkan aksi baku tembak dengan Bharada E lantaran diduga melakukan pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Tapi terlepas dari kebohongan Irjen Ferdy Sambo tersebut, publik kembali mengenang candaan mendiang Gus Dur tentang satu-satunya sosok polisi paling jujur di Indonesia. Mungkin beberapa dari kamu pernah mendengar humor Gus Dur soal hanya ada tiga polisi paling baik di Indonesia.
Guyonan tersebut dilontarkan presiden bernama asli Abdurrahman Wahid itu saat menyinggung kasus korupsi pada masa itu. Tiga polisi tersebut adalah polisi tidur, patung polisi serta mantan Kepala Polri, almarhum Jenderal Hoegeng Iman Santoso . Sebenarnya siapa sosok Hoegeng tersebut?
Selama hidupnya, jenderal kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah pada 14 Oktober 1921 ini dikenal sebagai sosok yang jujur, sederhana dan pekerja keras. Hoegeng tidak pernah memakai fasilitas negara untuk kepentingan pribadinya.
Sebelum menjabat sebagai Kepala Polri, Hoegeng pernah menjadi Kepala Reskrim di Sumatera Utara yang menjadi batu ujian bagi seorang polisi karena daerah itu terkenal dengan kasus penyelundupan. Ketika itu, kedatangan Hoegeng disambut dengan cara unik.
Beberapa cukong judi menyediakan rumah pribadi dan mobil untuk Hoegeng. Tapi, dia menolaknya dengan tegas dan memilih tinggal di hotel sebelum mendapatkan rumah dinas. Tak berhenti di situ, rumah dinas itu lalu dipenuhi dengan perabot berharga fantastis.
Tapi ternyata, Hoegeng mengeluarkan secara paksa semua perabotan tersebut dari rumah dinasnya dan menaruhnya di pinggir jalan. Sikap Hoegeng ini pun membuat gempar Kota Medan. Setelah dari Medan, Hoegeng kembali ke Jakarta.
Pada 1968, Presiden Soeharto mengangkat Hoegeng sebagai Kepala Polri menggantikan Soetjipto Yudodihardjo. Ketika itu, Jenderal Hoegeng dikenal sebagai salah satu polisi paling bersih. Selain itu, Jenderal Hoegeng juga merupakan sosok yang tidak bisa diintervensi siapapun bahkan penguasa.
Foto: Jenderal Hoegeng (Kate.id)
Dia berani melawan mafia-mafia kakap di masa orde baru. Salah satu contohnya adalah Jenderal Hoegeng pernah membentuk sebuah tim khusus bernama pemeriksaan Sum Kuning di tahun 1971, untuk menyelidiki kasus pemerkosaan gadis penjual telur bernama Sumarijem asal Yogyakarta.
Namun, belum selesai terbuka lebar, kasus ini buru-buru diambil alih oleh Presiden ke 2 Republik Indonesia Soeharto. Kabarnya, pelaku dibalik pemerkosa Sum Kuning mengarah kepada anak-anak petinggi di Yogyakarta.
Selain itu, kasus terkenal lain yang pernah ditangani Jenderal Hoegeng adalah penyelundupan mobil mewah yang didalangi oleh pengusaha terkenal kala itu yakni Robby Tjahyadi atau Sie Tjie It. Pada 1971, Hoegeng mengumumkan keberhasilannya membekuk penyelundupan mobil mewah melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
Mobil-mobil itu dimasukkan dengan perlindungan tentara. Namun ternyata, pengungkapan kasus itu membuatnya diberhentikan sebagai Kepala Polri oleh Presiden Soeharto di tahun yang sama yakni 1971. Kala itu, Soeharto beralasan, pemberhentian Hoegeng tersebut untuk regenerasi.
Namun sebelum itu, Presiden Soeharto mengusulkan Hoegeng menjadi Duta Besar Swedia, dan sempat menawarinya jabatan Dubes di Kerajaan Belgia. Tapi, Hoegeng menolak karena memilih tetap mengabdi pada Tanah Air. Saat itu, Presiden Soeharto dinilai ingin ‘membuang’ Hoegeng ke luar Indonesia.
Foto: Jenderal Hoegeng (Tribunnews)
Tidak hanya itu, Jenderal Hoegeng juga dikenal tidak mempan disogok. Maka dari itu, tidak heran kalau Jenderal Hoegeng sering mendapat teror ancaman dari banyak pihak. Bahkan Jenderal Hoegeng pernah dikirimi santet oleh oknum polisi korup yang kasusnya berhasil dibongkarnya.
Jenderal Hoegeng memutuskan pension di usianya yang belum 50 tahun. Setelahnya, Hoegeng dan keluarganya melewati masa sulit. Hoegeng ketika itu juga tidak punya rekening tabungan dengan saldo berlimpah seperti para perwira Polri saat ini yang sekarang punya rekening ‘gendut’.
Selama bertahun-tahun, dia pun hanya menerima uang penisunan sebesar Rp10 ribu per bulan. Hoegeng juga anti menerima pemberian orang. Dia bahkan mengembalikan seluruh barang yang digunakannya saat menjabat Kapolri. Untuk menghidupi keluarganya, Hoegeng yang beralih profesi sebagai pelikus aktif menjual lukisannya.
Hoegeng Iman Santoso meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Rabu 14 Juli 2004 pukul 00.30 WIB. Sebelumnya, sang jenderal dirawat intensif di RS Polri Kramat Jati, Jakarta pada sejak 13 Mei 2004 karena mengalami stroke, penyumbatan saluran pembuluh jantung, dan pendarahan bagian lambung. Terlepas dari itu, Jenderal Hoegeng menjadi ikon Polisi paling bersih bahkan terkenang hingga saat ini.
Foto: Jenderal Hoegeng (Liputan6)