Akui Jalankan Pekerjaan Tuhan, Algojo di Arab Saudi Penggal Hingga 10 Kepala Orang Setiap Harinya!

Akui Jalankan Pekerjaan Tuhan, Algojo di Arab Saudi Penggal Hingga 10 Kepala Orang Setiap Harinya!

Algojo ialah seseorang yang memiliki tanggung jawab langsung untuk menjalankan hukuman mati atas terdakwa. Kata algojo berasal dari bahasa Portugis, algoz.

Istilah algojo juga kerap terdengar dan meluas pada pelaksana kukuman berat yang tidak ditujukan untuk membunuh, tetapi dapat mengakibatkan kematian.

Saking seramnya. Banyak yang menganggap bahwa pekerjaan algojo ini menjadi satu-satunya pekerjaan yang paling mengerikan. Bahkan pengakuan algojo di Arab Saudi yang menyebut mampu memenggal kepala hingga 10 orang setiap hari ini makin bulu kuduk jadi bergidik. Kok tega, ya? Simak informasi selengkapnya di bawah, ini!

Seorang algojo di Arab Saudi yang diketahui bernama Muhammad Saad al-Beshi dengan bangga mengaku bahwa telah melakukan pekerjaan tersebut selama bertahun-tahun. Ia percaya bahwa hal itu adalah pekerjaan Tuhan.

Algojo memang sejak lama telah menjadi sebuah profesi di Arab Saudi karena negara kerajaan itu masih menerapkan hukuman mati hingga kini. Bahkan, seorang algojo di negeri Timur Tengah itu bisa mendapatkan gaji yang layak beserta tunjangan dengan jam kerja yang fleksibel.

Muhammad Saad al-Beshi pun membagikan kisahnya kepada The Guardian pada tahun 2003 silam.

Dilansir dari The Guardian, Senin (31/1/2022), Al-Beshi sendiri bukanlah algojo sembarangan. Nggak cuma satu dua orang yang kepalanya dipenggalnya dalam sehari, sejak tahun 1998 silam.

"Tak masalah bagi saya, dua, empat, atau 10 orang. Selama saya melakukan kehendak Tuhan, tak masalah berapa banyak orang yang saya eksekusi," katanya.

Menjadi algojo sebenarnya tidak mudah. Al-Beshi mengakui ada banyak sisi buruk dari profesi itu. Namun, kini dia tak pernah takut lagi menjalankan tugasnya. Hanya satu kepercayaan yang diingatnya, bahwa itu adalah pekerjaan Tuhan.

"Saya sangat bangga melakukan pekerjaan Tuhan," ucap Al-Beshi dengan tegas.

Oleh karena itu, Al-Beshi tidak pernah mau mengungkap besar bayaran yang diterimanya setiap memenggal kepala orang. Menurutnya, itu perjanjian rahasia dengan pemerintah. Selain itu, dia menegaskan bayaran itu tidak penting, karena melakukan pekerjaan mulia.

Al-Beshi memulai karier di sebuah penjara di Taif, salah satu kota di Makkah. Saat itu, tugasnya masih hanya memborgol dan menutup mata para tahanan sebelum dieksekusi.

Namun, seiring waktu, kariernya terus naik hingga dipercaya menjadi algojo. Ketika ada posisi kosong, Al-Beshi mengajukan lamaran dan berhasil diterima.

Pekerjaan pertamanya sebagai algojo terjadi pada tahun 1998 di Jeddah. Al-Beshi masih ingat bagaimana dia menjalankan tugas memenggal kepala orang untuk pertama kalinya.

"Penjahat itu diikat dan ditutup matanya. Dengan satu tebasan pedang, saya memenggal kepalanya. Kepalanya berguling beberapa meter," kenangnya.

Dia mengaku memang sempat gugup. Apalagi, ada banyak orang yang menonton. Namun, kini demam panggung sepertinya itu hanyalah masa lalu baginya.

"Tapi ada banyak orang yang pingsan saat menyaksikan eksekusi. Saya tidak tahu mengapa mereka datang dan menonton jika mereka tidak tega. Saya? Saya tidur nyenyak," ujar Al-Beshi.

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, karena keyakinannya bahwa dia telah melakukan pekerjaan Tuhan, maka Al-Beshi bisa dengan tenang menjalankan tugasnya sebagai algojo.

Sebelum melakukan eksekusi, dia selalu mengunjungi keluarga orang yang akan menjalani hukuman mati. Dia ingin mendapatkan pengampunan bagi orang tersebut.

"Saya selalu memiliki harapan itu, sampai menit terakhir, dan saya berdoa kepada Tuhan untuk memberi penjahat kehidupan baru. Saya selalu menjaga harapan itu tetap hidup," katanya lagi bercerita.

Pada saat para korban mencapai alun-alun eksekusi, mereka sudah menyerahkan diri sampai mati, meski mungkin masih berharap untuk diampuni pada menit terakhir.

Satu-satunya percakapan yang terjadi adalah ketika Al-Beshi menyuruh tahanan untuk mengucapkan kalimat syahadat.

"Kemudian saya membaca perintah eksekusi, dan dengan sebuah tanda, saya memenggal kepala tahanan itu," ujarnya.

Al-Beshi juga menceritakan pengalamanya mengeksekusi sejumlah perempuan tanpa ragu-ragu.

"Terlepas dari kenyataan bahwa saya membenci kekerasan terhadap perempuan, jika menyangkut kehendak Tuhan, saya harus melakukannya," katanya.

Menurutnya, tak banyak perbedaan antara eksekusi laki-laki dan perempuan, kecuali perempuan memakai jilbab, dan tidak ada yang diperbolehkan di dekat mereka kecuali Al-Beshi ketika waktu eksekusi tiba. Selain itu, saat melakukan eksekusi terhadap perempuan, Al-Beshi juga punya beberapa pilihan senjata.

Algojo di Arab Saudi Penggal Hingga 10 Kepala Orang Setiap Harinya! (Head Topics)

"Tergantung apa yang mereka minta saya gunakan. Terkadang mereka meminta saya menggunakan pedang dan terkadang pistol. Tapi paling sering saya menggunakan pedang," ucapnya.

Ternyata juga tidak semua pekerjaan algojo untuk membunuh. Terkadang pula, rupanya hanya bertugas untuk memotong bagian tubuh tahanan.

"Saya menggunakan pisau tajam khusus, bukan pedang. Saat saya memotong tangan, saya memotongnya dari persendian," jelas Al-Beshi.

"Kalau kaki, pihak berwenang menentukan di mana harus dipotong, dan saya mengikutinya," ceritanya lagi.

Al-Beshi juga mengisahkan tentang sebilah pedang yang diterimanya dari Kerajaan Arab Saudi untuk menjalankan tugas sebagai algojo. Pedang tersebut saat itu berharga sekitar 20.000 riyal Saudi atau 3.300 Poundsterling.  Jika dirupiahkan, kini mencapai Rp64 juta.

"Ini hadiah dari pemerintah. Saya merawatnya dan menajamkannya sesekali, dan saya pastikan untuk membersihkannya dari noda darah," ucap Al-Beshi.

"Ini sangat tajam. Orang-orang kagum betapa cepatnya bisa memisahkan kepala dari tubuh," katanya lagi menambahkan.

Kini, Al-Beshi yang sudah berusia 61 tahun itu, sudah menurunkan kariernya pada anaknya.

Sebagai algojo berpengalaman, dia juga mendapatkan kepercayaan untuk melatih kaum muda. Salah seorang putranya termasuk yang sempat dilatihnya.

"Saya berhasil melatih putra saya Musaed (saat itu berusia 22 tahun) sebagai algojo dan dia disetujui dan dipilih," katanya dengan bangga.

Berdasarkan penuturan Al-Beshi, pelatihannya berupa cara memegang pedang dan di mana harus memukul. Namun, sebagian besar pelatihan adalah mengamati algojo di tempat eksekusi.

Lalu, bagaimana kehidupan sosialnya? Apakah orang-orang di sekitarnya menjadi takut padanya?

"Di negara ini kita punya masyarakat yang memahami hukum Tuhan. Tak ada yang takut pada saya," kata Al-Beshi.

"Saya punya banyak kerabat, dan banyak teman di masjid, dan saya menjalani kehidupan normal seperti orang lain. Tidak ada kekurangan untuk kehidupan sosial saya," ucapnya.

Al-Beshi sendiri menggambarkan dirinya sebagai pria yang sayang keluarga. Dia menikah saat masih menjadi algojo, dan istrinya tak keberatan dengan profesinya itu.

"Dia hanya meminta saya untuk berpikir hati-hati sebelum berkomitmen. Tapi saya rasa dia tidak takut pada saya," ceritanya lagi.

"Saya mengurus keluarga dengan kebaikan dan cinta. Mereka tidak takut ketika saya kembali dari eksekusi. Terkadang mereka membantu membersihkan pedang saya," katanya.

Sekarang, Al-Beshi yang merupakan ayah dari tujuh anak itu sudah menjadi seorang kakek.

"Putri saya memiliki seorang putra bernama Haza, dan dia adalah kebanggaan dan kegembiraan saya," ujar Al-Beshi menutup ceritanya.

Gimana menurutmu, Gengs?

Algojo di Arab Saudi Penggal Hingga 10 Kepala Orang Setiap Harinya! (The Sun)