Kita mengenal ramalan sebagai suatu pandangan terhadap masa depan. Masalah terjadi atau tidak itu adalah persoalan penafsiran, ada yang bisa merasakannya pun ada yang tidak. Salah satu yang terkenal dan masih sering disebut hingga saat ini adalah Ramalan Jayabaya.
Menurut catatan sejarah, ramalan Jayabaya ditulis oleh salah satu raja dari Kerajaan Kediri, Raja Jayabaya. Kerajaan Kediri atau juga dikenal dengan nama Panjalu berdiri di daerah Jawa Timur pada tahun 1042 hingga 1222. Pusat kerajaan ini sendiri berada di Daha, kota yang berada di sekitar Kota Kediri saat ini.
Mungkin sedikit dari kalian yang mengetahui, tapi ramalan Jayabaya masih sering disebutkan hingga saat ini untuk membaca kondisi dan keadaan dari negara Indonesia. Bahkan, beberapa di antara ramalan tersebut sudah terbukti menjadi kenyataan. Biar penasaran kalian hilang, yuk baca uraian di bawah. Bisa buat pelengkap jawaban saat pelajaran Sejarah, nih.
Asal-usul Raja Jayabaya
Raja Jayabaya adalah salah satu raja dari kerajaan tersebut yang memegang puncak kekuasaan pada tahun 1135 hingga 1157. Oleh masyarakat, bangsawan, dan pujangga, Raja Jayabaya digambarkan sebagai sosok yang adil dan mampu membawa Kerajaan Kediri berada di zaman keemasan.
Prabu Jayabaya (inovasee.com)
Di antara berbagai prasasti yang mengisahkan kebesaran sosok Raja Jayabaya yakni Prasasti Hantang yang dibuat pada tahun 1135, Prasasti Talan dibuat tahun 1136 dan Prasasti Jepun. Dalam prasasti tersebut, kita bisa mengenal sosok Raja Jayabaya sebagai pribadi yang perkasa, teguh hatinya dan sakti mandraguna.
Candi Penataran (balicooming.blogspot.com)
Selain itu, Raja Jayabaya juga mampu meramal masa depan. Dan Ramalan Jayabaya adalah salah satu peninggalannya untuk wilayah Nusantara.
Tentang Ramalan Jayabaya
Ramalan Jayabaya atau yang juga dikenal Jangka Jayabaya disebutkan sebagai buah karya dari Raja Jayabaya. Namun, untuk asal-usulnya, ternyata ramalan ini berasal dari Kitab Musasar karangan Sunan Giri Prapen.
Prasasti Talan (tatkalam.blogspot.com)
Dalam kitab tersebut, di bait awalnya, jelas disebutkan, "Kitab Musarar dituliskan saat Prabu Jayabaya berkedudukan di Kediri. Ia adalah sosok yang gagak, musuh dibuat takluk dan takut, tidak ada yang berani dengannya,".
Ilustrasi Raja Jayabaya (mindtalk.com)
Kitab Musarar sendiri dituliskan pada tahun 1618 M atau 1540 Saka. Penulisannya hanya berselang 5 tahun dari penulisan Kitab Pararaton yang berisi tentang Kerajaan Majapahit dan Singosari.
Sumber Ramalan Jayabaya
Yang salah kaprah di masyarakat, Ramalan Jayabaya ternyata tidak ditulis langsung oleh Raja Jayabaya, raja dari Kerajaan Kediri. Menurut penelitian dari akademisi dan sejarahwan terbaru, Kitab Jangka Jayabaya yang berisikan ramalan itu ditulis oleh Pangeran Wijil I yang berasal dari Kadilangu. Beliau menuliskan kitab ini pada tahun 1666 hingga 1668 tahun Jawa atau 1741-1743 M.
Kitab Musarar (javanologi.blogspot.com)
Menurut sumber sejarah terkait, Pangeran Wijil I merupakan salah satu keturunan langsung Sunan Kalijaga. Bisa dipahami akhirnya wawasan sejarah yang didapatkannya bersifat oral, yakni bisa jadi diturunkan langsung oleh Sunan Kalijaga kepada dirinya.
Jadi, bisa kita simpulkan jika Pangeran Wijil mendapatkan fakta-fakta sejarah langsung dari Sunan Kalijaga, yang pada gilirannya juga mendapat seluruh cerita itu dari orang tua dan garis keturunannya. Cerita turun-temurun yang masuk dalam tradisi sejarah lisan ini bisa dijadikan salah satu sumber untuk memahami sejarah, lho.
Silsilah Pangeran Wijil (ranji.sarkub.com)
Sedangkan Sunan Kalijaga sudah kita ketahui siapa dia. Ia adalah salah satu sosok penting yang melatarbelakangi kelahiran Kerajaan Demak dan konon Kerajaan Mataram Islam. Dan untuk darah kebangsawanan, Sunan Kalijaga yang bernama asli Raden Said ini adalah seorang Pangeran Tuban, yang mana merupakan kerajaan kecil di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Nah, itulah 3 fakta sejarah Ramalan Jayabaya yang jarang diketahui orang. Bisa kita tarik garis merah di sini bahwa Ramalan Jayabaya yang pertama bisa kita temukan dalam Kitab Musarar buah karya Sunan Giri Perapan (Sunan Giri ke-3). Oleh salah satu keturunan Sunan Kalijaga, Pangeran Wijil 1, Kitab Musarar tersebut ditulis ulang dan jadilah sebuah kitab dengan apa yang kini disebut Kitab Jangka Jayabaya.
Sunan Kalijaga (cadas45.blogspot.com)