Detox Dari Media Sosial Selama Pandemi, Perlu Kah?

Detox Dari Media Sosial Selama Pandemi, Perlu Kah?

Media sosial, seringkali dikaitkan dengan isu kesehatan mental. Memang, tak dipungkiri bahwa sebagian orang mengalami kecemasan, hingga berbagai masalah mental lainnya akibat media sosial.

Apalagi belakangan ini, banyak muncul berita duka dan menyeramkan selama pandemi sehingga membuat kita sering merasa tak nyaman. Tak sedikit pula orang yang kemudian merasa stres, tertekan dan depresi akibat menerima informasi negatif dari media sosial.

Oleh sebab itu, banyak orang hingga influencer yang menyarankan untuk melakukan detox digital. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Rachael Kent, dosen Digital Media & Culture di King's College London bahwa digital detox bisa memberikan dampak berbeda di setiap orang.

Namun sebenarnya, di era pandemi seperti sekarang, detox digital tidak begitu disarankan karena membuat terbatasnya pergerakan dan sarana untuk saling berkomunikasi dengan teman, keluarga jauh atau pihak profesional sekali pun.

"Dalam masa lockdown, dunia digital menjadi jalur kehidupan bagi banyak orang, untuk melanjutkan kehidupan sosial, menjalin koneksi, dan menjaga intimasi dengan orang-orang penting dalam hidup secara profesional maupun personal. Dunia digital menjadi jalan komunikasi dan interaksi sosial di luar rumah," ungkap Dr. Rachael Kent seperti dikutip dari Forbes.

Namun, bukan berarti kita tak boleh mengontrol penggunaan media sosial itu sendiri. Baginya, setiap orang perlu untuk tahu cara mengidentifikasi dengan baik, sehingga tahu kapan harus berhenti jika media sosial telah mengganggu kesehariannya.

Ilustrasi orang bermain media sosial (via kumparan)

“Untuk bisa mengetahui kapan tepatnya media sosial merusak kehidupan kita sehari-hari, kita harus lebih kritis dan refleksif. Hal ini tidak mudah untuk dilakukan di masa pandemi seperti sekarang ini," jelasnya.

Menurut Tanya Goodin, pendiri dari gerakan digital detox di Inggris, cara terbaik untuk mengontrol penggunaan media sosial dan terhindar dari gangguan mental ialah dengan membatasi diri.

"Kalau kita scroll media sosial karena alasan bosan dan cemas, itu sangat tidak membantu. Kadang kita merasa butuh kepastian, lalu mencari informasi di media sosial, tapi kadang itu justru jadi masalah dan meningkatkan kecemasan," ungkap Tanya kepada BBC.

Ilustrasi orang beraktivitas yang positif (via kompas)

Namun jika alasannya untuk hal positif seperti mencari informasi soal pengembangan diri, tips olahraga di rumah, tips belajar memasak dan sebagainya, tentu itu bukan masalah. Asalkan kita bisa tahu mana informasi yang dibutuhkan dan mana yang tidak.

Ada baiknya jika kita membuat jadwal scrolling media sosial. Misalnya di pagi hari, kita fokus mencari info berita soal pandemi. Lalu di sore hari, kita bisa fokus mencari konten-konten yang santai dan menghibur.

Maka itu, kamu bisa mulai memilah kembali akun-akun yang layak untuk diikuti dan mana yang tidak sebaiknya dikonsumsi dalam keseharian.

Ilustrasi orang yang mengalami kecemasan (via healthline)