Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM membuat banyak pemilik usaha harus memutar strategi agar tetap bertahan. Selain karyawan, ada biaya operasional yang tetap harus dibayarkan di tengah pendapatan yang tak menentu. Salah satunya yang sangat merasakan dampaknya adalah kedai atau warung kopi.
Kini, pengusaha warung kopi (warkop) tidak lagi memikirkan untuk mencari keuntungan di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Sebagian dari mereka cenderung berfokus agar usahanya tetap bisa bertahan, meski dengan pemasukan yang disebut "pas-pasan."
Sejalan dengan hal tersebut, Rotua Rayen (27), seorang pemilik warkop yang berada di Jalan Pendidikan II, Cijantung, Jakarta Timur, mengaku pemasukannya selama PPKM Darurat masih cukup kalau sekadar untuk mempertahankan usahanya.
Dalam sehari, terhitung sejak 3 Juli PPKM Darurat berlaku, pengunjung warkop Rayen terus menyusut.
"Sejak PPKM ini pemasukan per hari itu selalu Rp100 ribuan. Kadang Rp120 ribu, kadang Rp100 ribu. Kadang malah bisa kurang dari itu," kata Rayen dilansir dari Tribun, Kamis (22/7/2021).
"Yang biasanya banyak orang lari pagi setelah lari itu mereka melipir beli minum. Sekarang tidak karena PPKM ini."
"Selama PPKM (pengunjung datang) paling ramai itu 15 orang. Itu pun langsung dibubarkan sama TNI, Satpol-PP, polisi. Dibubarkan secara halus sih, hanya diminta sementara jangan nongkrong," sambung dia.
Dengan kondisi ini, usaha warkop milik Rayen jadi gonjang-ganjing. Pemasukan yang stagnan di angka Rp100 ribu membuat Rayen terpaksa nombok untuk memenuhi kebutuhan operasional warkop, termasuk membayar gaji seorang karyawannya.
"Pendapatan saya sekarang ini kurang dari cukup, uang pas-pasan."
"Sekadar untuk balik modal dagang saja sekarang susah. Masih harus bayar sewa ruko. Belum lagi saya kan ada satu karyawan, ya gajinya kisaran Rp800 ribu - Rp1 juta," ujar Rayen.
Kondisi ini lantas membuat Rayen tidak lagi memikirkan untuk mencari laba dari usaha warkop. Yang jadi prioritas saat ini adalah mempertahankan usahanya agar tidak kolaps.
Ilustrasi Kedai Kopi (VOI)
"Sekarang saya tidak memikirkan dapat untung, yang penting bisa survive selama PPKM Darurat ini," kata dia.
Harap Pemerintah Bisa Beri Solusi yang Tidak Membuat Masyarakat Mengeluh
Rayen juga bertutur panjang mengenai kendala-kendala yang dihadapi sebagai pemilik warkop di masa PPKM Darurat. Saat ini, usaha warkop sangat terpuruk dikarenakan petugas keamanan dan Satgas Penanganan Covid-19 di wilayahnya rutin melakukan operasi.
"Kalau di sini biasanya itu yang langganan (sering nongkrong) ya lima orang lah. Satpol-PP, polisi, TNI, biasanya patroli juga mengingatkan semisal di sini ramai," tutur Rayen.
"Kadang yang datang dua orang saja sudah kena tegur, yang duduk disuruh jaga jarak dan banyak lagi," sambung dia.
Sebagai pelaku usaha warkop, Rayen mengaku lelah akan situasi penerapan PPKM Darurat. Dia berharap pemerintah dapat menemukan solusi mengatasi pandemi Covid-19 yang tidak harus membuat masyarakat kesulitan.
"Dibilang ngeluh ya ngeluh, cuma bagaimana lagi kan. Lawan pemerintah salah, engga melawan juga masalah (buat perekonomian saya). Ya bagaimana lagi, tinggal terima nasib. Capek sama PPKM," ujar Rayen.
"Pemerintah harus punya solusi yang masyarakat tidak perlu mengeluh. Kasih solusi, kasih cara biar kita bisa tetap bertahan hidup di situasi pandemi dan PPKM Darurat ini," tegas Rayen.
Pastinya kita juga punya harapan yang sama seperti Rayen, kan?
Perjuangan Pemilik Warung Kopi di Masa PPKM (Pinterest)