Pada bulan Mei 2021, WHO menyatakan bahwa strain B1617.2 sebagian varian ‘Delta’ dari SARS-Cov-2. Varian tersebut dinyatakan sebagai jenis penyebab gelombang kedua virus corona yang menyerang India pada awal tahun 2021.
Saat ini, para ilmuwan baru saja mendapatkan virus corona varian Delta yang kembali bermutasi menjadi Delta Plus AY.1. Data awal menunjukkan bahwa varian ini akan resisten pada pengobatan antibodi monoklonal, yakni metode perawatan pasien Corona yang telah disahkan oleh Central Drugs Standard Control Organization (CDSCO).
Bani Jolly, seorang ilmuwan yang menggeluti bidang genome sequencing mengatakan bahwa jumlah kecil sekuens Delta B1617.2 mengalami mutasi lonjakan K4176N yang ditemukan di laboratorium GISAID.
"Sekuens ini telah diidentifikasi dalam genom 10 negara. Urutan baru-baru ini telah ditetapkan sebagai garis keturunan AY.1 (B1617.2.1), subgaris keturunan varian Delta, karena kekhawatiran tentang K417N adalah salah satu mutasi yang ditemukan pada varian Beta (B1351)," kata Jolly dikutip dari India Today.
Ilustrasi virus corona (suara.com)
Biar begitu, para ilmuwan mengatakan bahwa tak ada alasan untuk khawatir karena prevalensi varian ini masih tergolong rendah.
Dalam sebuah laporan terbaru Public Health England, varian Delta Plus dikategorikan dalam 6 genom dari India pada 7 Juni 2021. Badan kesehatan tersebut mengkonfirmasi adanya 63 genom varian Delta dengan mutasi K417N.
Ilustrasi vaksin corona (sindonews.com)
"Melihat kluster besar (T95I), sepertinya AY.1 telah muncul secara independen beberapa kali dan bisa lebih umum daripada yang diamati di negara-negara dengan pengawasan genom terbatas," kata Jolly.
Terbentuknya varian baru Delta ini merupakan hasil dari protein spike SARS-COV-2 yang kemungkinan virus masuk dan menginfeksi sel dalam tubuh manusia.
Ilustrasi virus corona (india.com)