Pengguna internet atau yang sering pula disebut netizen Indonesia terkenal dengan keberaniannya dalam memberikan komentar pedas alias nyiyir.
Nggak jarang komentar netizen Indonesia ini membuat mental para artis atau selebgram menjadi down dan saat ada kontroversi suasananya jadi makin ricuh.
Hal ini bukan tanpa sebab, lho melainkan ada penjelasannya. Menurut psikolog Oktina Burlianti, dari sisi psikologi hal ini tak serta merta menunjukkan bahwa orang yang berani berkomentar pedas di media sosial berarti dirinya berani pula di dunia nyata.
"Ada penelitian yang menarik kenapa orang bisa menjadi sangat agresif di media sosial. Salah satunya, orang-orang seperti ini memang memiliki karakter sadistik, antisosial, atau orang yang kesulitan dalam membangun relasi," ujar Oktina dilansir dari Liputan6.com, Jumat (28/5/2021).
Ia menambahkan, hampir semua orang yang menebar kebencian melalui kalimat-kalimat atau komentar pedas itu memiliki masalah dalam membangun dan/atau mempertahankan relasi, atau kedua-duanya.
"Dari beberapa faktor, faktor yang paling utama mendorong orang menjadi seperti itu adalah karena tidak adanya kontak mata."
Dalam menggunakan media sosial, orang-orang berhadapan dengan gawai, mereka merasa tidak berhadapan dengan manusia sehingga cenderung tidak memiliki simpati dan empati karena tak berhadapan dengan lawan bicara secara langsung.
Namun, ketika orang berkomunikasi dengan kontak mata, maka ada kesadaran terhadap moral, kode etik, dan pemahaman benar-salah. Sebaliknya, dalam memberi komentar di sosial media, warganet mengenyampingkan kesadaran-kesadaran tersebut.
Ambil saja contoh seorang kurir yang tiba-tiba dimarahi oleh pembeli yang tidak paham tentang tata cara jual beli dengan sistem Cash on Delivery (COD) karena barang yang diterima tidak sesuai harapan. Setelah videonya viral, si pelaku langsung dapat hujatan dari netizen.
Psikolog yang akrab disapa Ullie ini juga mengomentari kejadian yang tengah ramai diperbincangkan tersebut.
Bahkan beredar pula beberapa video pembeli yang memaki kurir pun tersebar di dunia maya dan para pelaku menjadi bulan-bulanan warganet di media sosial.
Menurut Ullie, kejadian seperti ini diakibatkan oleh kurangnya literasi. Pembeli yang mengajukan komplain kebanyakan tidak mengetahui arti dari sistem COD dan ini nyata ada di sekitar kita.
Ilustrasi Netizen Indonesia (Selular.ID)
"Kalau aku lihat lebih ke masalah literasi sama critical thinking sih. Mereka barangkali mikir bahwa COD itu sama seperti jual beli di pasar atau layanan pesan antar. Jadi ketika barangnya tidak sesuai harapan mereka berpikir seperti di pasar, boleh-boleh aja dikembaliin."
Melihat masalah ini, Ullie berpendapat bahwa perbaikan harus dilakukan oleh kedua belah pihak yakni e-commerce dan pembeli. Pihak e-commerce harus mengerti karakteristik masyarakat Indonesia dan pembeli harus memperkaya literasinya. Biar nggak makin gontok-gontokan tiap hari. Hehehe
Ilustrasi Netizen Indonesia (Pikiran Rakyat)