"Kamu kapan nikah?"
Siapa nih yang sering di tanya gitu? Pasti nggak cuma 1 2 orang diantara kita yang sering di tanya seperti itu.
Memang sih, tiga kata ini menjadi 'sapaan' rutin yang akan diterima oleh kami, para wanita yang telah menginjak usia 25 tahun ke atas. Bahkan jika dilihat dari semakin banyaknya pasangan yang menikah di usia muda, tidak perlu menunggu sampai di ulang tahun ke-25 pun, kami sudah mendapatkan pertanyaan yang demikian.
Sebuah pertanyaan yang hadir dari segala sudut lingkungan. Entah keluarga, tempat kerja,lingkungan pertemanan dan tentu saja lingkungan tempat tinggal.
Menurut saya pribadi, menikah adalah sebuah langkah sakral dalam kehidupan. Bukan hanya tentang menemukan pasangan kemudian hidup bersama dalam satu atap. Ada banyak hal krusial yang harus dipertimbangkan secara dewasa, bijak dan matang.
Wanita lain mungkin berpikir bahwa menikah adalah tentang kesiapan diri menjadi pendamping dari seseorang yang bersamanya mereka membagi kisah dan tanggung jawab hidup secara bersama.
Ada pula yang masih harus terjebak dalam situasi yang membuatnya sulit menentukan pilihan atas sebuah langkah seperti pernikahan. Atau ada sebagian yang belum menjemput waktu yang ditentukan Tuhan untuk bertemu pasangan seumur hidupnya.
Setiap wanita yang belum menikah pasti punya alasannya sendiri. Entah alasan yang berakar dari idealismenya tentang sebuah pernikahan atau hal-hal yang berkaitan dengan kuasa Tuhan.
Namun yang menjadi masalah dari semua ini adalah bagaimana lingkungan sekitar yang cenderung tidak bisa 'menghargai' latar belakang dari seorang wanita tentang pilihannya perihal pernikahan. Lingkungan seakan hanya peduli pada status menikah itu sendiri tanpa menghargai pencapaian atau fase kehidupan lain dari seseorang.