Belakangan ini, Timor Leste jadi sorotan. Semua ini karena negara kecil itu cukup percaya diri bisa menjadi negara kaya raya di tengah isu kebangkuratannya.
Negara kecil yang berbatasan dengan Indonesia ini bergantung pada produksi monyak dan gas. Dua sektor itu menjadi sumber pendapatan negara tersebut. Tapi, pengeluaran yang tidak sesuai dengan pendapatannya, membuat negeri itu terancam bangkrut.
Penyebabnya karena pemerintah Timor Leste telah membelanjakan uang negaranya hanya untuk hal yang kurang menguntungkan. Apa itu?
Media Australia Abc.net.au membongkar kebobrokan pemerintah Timor Leste dalam pengelolaan keuangannya. Salah satunya adalah karena beberapa pembangunan yang dinilai menghambur-hamburkan uang.
Media Australia itu keheranan dengan keputusan negeri itu membelanjakan uang negaranya dengan mudah Tahun 2019 lalu misalnya, ABC News menyoroti pembangunan bandara internasional yang dibuka sejak 2017. Bandara itu dibangun dengan biaya sekitar 120 juta dollar AS, sekitar Rp1,2 triliun.
Sayangnya, bandara itu hanya memiliki 1 jadwal penerbangan dalam sehari. Jadwal penerbangan sekali sehari itu bahkan berlangsung sejak pertama kali dibuka. Jumlah penumpangnya pun hanya sekitar belasan orang. Pemandangan bandara internasional itu pun terlihat sangat sepi.
Ruang tunggunya kosong. Tidak ada staf di konter check-in, mesin sinar x di imigrasi juga dimatikan.
Timor Leste diprediksi bakal bangkrut (kompas.com)
"Kami tidak yakin apa yang ada dalam benak pemerintah, ketika mereka membangunnya," jelas James Scambary, akademisi RMIT dan otoritas di Timor Leste.
Beberapa orang bahkan bertanya-tanya kenapa bandara itu harus dibangun. Padahal ada banyak hal yang lebih menguntungkan untuk membelanjakan uang. Meski begitu, bandara internasional itu bukanlah satu-satunya yang dibangun Timor Leste.
Tak jauh dari lokasi bandara itu, ada lagi proyek super yang digarap Timor Leste. Pryek itu dibangun bersama konsorsium dari China. Nilainya mencapai 500 juta dollar AS, sekitar Rp7,4 triliun.
Proyek itu merupakan jalan raya sepanjang 33 kilometer. Jalan raya itu menghubungkan Suai ke jalan tanah bergelombang yang mengarah ke desa kecil yang dikelilingi areal pertanian. Parahnya, jalan itu hampir tak bisa digunakan ketika musim hujan datang.
Bandara baru Timor Leste (kumparan.com)
Tanah di sekitar jalan longsor besar-besaran di salah satu ujung jalan. Jalan itu pun diblokir ketika akan menuju timur. Ironisnya lagi, ada lubang besar yang membuat pengguna jalan mengemudi di sisi yang berlawanan.
Kedua proyek supermahal tadi kelak membuat Timor Leste rugi dengan total anggaran mencapai Rp8,6 triliun. Dua proyek infrastruktur itu adalah bagian dari proyek Tasi Mane yang dipimpin Xanana Gusmao.
Meski begitu, Timor Leste percaya bahwa kedua proyek mahal itu adalah kunci sukses perekonomian jangka panjang negara itu. Padahal, pendapatan terbesar Timor Leste bisa didapat dari ladang minyak Bayu-Undan yang kian hari kian mengering.
Proyek jalan raya baru di Timor Leste (intisari.grid.id)
Jalan raya itu juga bermasalah (intisari.grid.id)
Kepercayadirian Timor Leste membuat negara itu bertekad untuk membangun ladang minyakya sendiri. Mereka justru tak ingin bergantung pada royalti.
Padahal, semua operasional itu akan membutuhkan biaya hingga 16 miliar dollar AS, sekitar Rp239 trilun. Jumlah itu sama dengan anggaran tahunannya untuk menutup anggaran kesehatan, pendidikan, dan layanan penting lainnya.
Tapi Timor Leste tetap percaya diri bisa jadi negara kaya raya (tempo.co)