Kemunculan sejumlah pendakwah instan alias dai dadakan menjadi keprihatinan banyak pihak. Umumnya, para pendakwah instan ini tidak memiliki kualifikasi keilmuwan Islam yang mendalam.
Para pendakwah instan ini seringnya juga hanya memanfaatkan media sosial untuk memunculkan dirinya agar diketahui banyak orang. Terlebih untuk menyentuh penonton tertentu.
Sayangnya, dengan bekal pemahaman yang dangkal ini para dai dadakan itu berani menyalah-nyalahkan pendapat para ulama. Bahkan ulama yang memiliki pemahaman agama mendalam dan komprehensif.
KH Agus Salim, Ketua Lembaga Dakwah PBNU, mengatakan jika hal ini dibiarkan begitu saja tentu masyarakat akan jadi korbannya. Masyarakat bisa terkontaminasi secara perlahan. Sebab, para pendakwah macam ini sering muncul di media sosial.
Karena itulah para pendakwah Nahdlatul Ulama ala Ahlissunnah wal Jamaah (Aswaja) juga harus bisa lebih aktif pula di media sosial. Tentunya dalam rangka memberi konten-konten dakwah yang lebih tepat dan baik.
Terkait hal ini, Kiai Agus Salim menyebutkan beberapa perbedaan penting antara dai NU dan para pendakwah instan. Setidaknya ada lima hal yang membedakan keduanya.
Pertama, dai NU atau pendakwah yang sebenarnya selalu mengawali aktivitas dakwah dengan niat yang benar. "Luruskan niat. Niatkan semata-mata karena Allah SWT dan meninggikan kalimat Allah," ungkapnya.
KH Agus Salim, Ketua Lembaga Dakwah PBNU (kompasiana.com)
Kedua, para dai NU harus menyampaikan konten dakwahnya yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Apa yang disampaikan kepada para jamaah harus valid dan sesuai dengan dalil hukum yang ada dalam Islam.
"Sering kita dengar orang-orang dengan gampangnya berdakwah, tapi dia sendiri tidak paham dengan apa yang disampaikannya," kata Kiai Agus Salim.
Ketiga, para dai NU perlu mengedepankan akhlak dengan menggunakan bahasa yang jelas dan beradab. Kiai Agus Salim mengajak pendakwah NU untuk menjauhi dakwah yang menggunakan bahasa tidak sopan dan sering menyalah-nyalahkan sesuatu tanpa dasar.
"Rujukannya adalah yang dipakai oleh para ulama salafusshalihin," kata Kiai Agus Salim.
Ada lima perbedaan dai NU dan pendakwah instan (gontornews.com)
Keempat, dakwah yang dilakuan pendakwah NU juga harus bisa menjadi instrumen dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Poin ini didasari atas fakta bahwa NU menjadi salah satu bagian yang paling banyak memiliki andil dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kelima, yang harus diingat oleh para dai NU adalah tidak gampang mengeluarkan fatwa! Inilah yang membedakan dai NU dengan para pendakwah dadakan. Mengutip makalah imam Al-Syafi'i RA, Kiai Agus Salim mengingatkan bahwa orang yang paling sering dan berani berfatwa adalah orang yang paling berani masuk neraka.
Jadi itulah beberapa perbedaan penting antara dai NU dan pendakwah instan, jangan sampe keliru.
Yang pasti tetap mewujudkan NKRI dan tidak sembarangan memberi fatwa (mediaumat.news)