Sokushinbutsu: Mumifikasi Mandiri dengan Membiarkan Diri Mati Perlahan dan Terawetkan, Begini Prosesnya

Proses ini membutuhkan mental dan batin yang kuat, juga kemungkinan tidak berhasil.

Proses mumifikasi yang biasa adalah dengan mengawetkan mayat orang yang udah mati. Tapi para biksu Budha di Jepang punya cara sendiri agar tubuhnya menjadi mumi.

Bukan dengan pengawetan setelah pemilik tubuh mati. Tapi secara alami, para biksu yang melakukan ritual akan mati secara perlahan dan jadi mumi.

Para biksu beraliran Shingon yang berada di pegunungan Yamagata biasa melakukan pengawetan tubuh secara mandiri. Caranya adalah dengan mengatur apa yang dikonsumsi sedemikian rupa. Hingga akhirnya jasadnya bisa awet sendiri setelah mati.

Ritual ini dikenal dengan nama Sokushinbutsu dan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk melihat apakah proses mumifikasi berhasil. Jika berhasil, biksu yang udah berubah jadi mumi ditempatkan di sebuah kuil untuk dihormati dan disembah. 

Teknik ini dipelopori oleh seorang pendeta Budha bernama Kobo Daishi atau dikenal sebagai Kukai pada pertengahan tahun 800-an. Biksu ini adalah pencetus aliran Shingon. Dia pergi ke Tang, Tiongkok untuk mempelajari agama Buddhisme Esoterik. Kemudian, pada 806 M, Kukai kembali ke tempat asalnya dengan membawa banyak teks Buddhisme Esoterik, yang sebagian besar baru di Jepang. 

Saat itu dia menjalankan meditasi Yujo. Lalu setelah menjalani meditasi ini Kukai tidak bergerak lagi dan hanya duduk terdiam. Tidak diketahui kapan sang guru itu menghembuskan nafas terakhir.

Sokushinbutsu (voyapon.com)

Apa yang dilakukan Kukai ditiru oleh para muridnyanya. Slah satunya oleh Shojin yang mengubur dirinya dengan posisi meditasi. Tapi ternyata jasadnya hancur saat kuburannya dibongkar.

Berbagai cara dicoba untuk bisa mengawetkan jasad sendiri. Karena dipercaya mereka yang berhasil melakukan hal ini jiwanya akan pergi ke nirwana.

Ketika ingin memulai praktik ini, para biksu harus menanggung penyiksaan diri selama 2000 hingga 3000 hari. Seribu hari pertama, mereka melakukan pertapaan dan diet ketat mokujikigyo atau makan pohon dengan mengonsumsi kacang-kacangan, biji-bijian, dan buah beri. 

Biksu yang melakukan meditasi Yujo juga mengonsumsi teh yang dicampur kulit kayu Toxicodendron Verniculum. Pohon yang mengandung racun yang menyebabkan kematian perlahan. Juga punya kandungan yang membunuh bakteri, semacam antibakteri atau pengawet alami.

Mumifikasi secara mandiri (ancientorigin.net)

Secara ilmiah, dengan melakukan pola makan tersebut, maka akan membuat cadangan lemak, nutrisi, dan air pada tubuh menyusut. Tapi tubuh tetap terhindar dari bakteri pembusuk.

Ketika biksu merasa akan tiba waktunya meninggal, ia akan mencari tempat untuk mengurung diri. Biasanya di ruang bawah tanah dengan ukuran yang tidak cukup besar.

Dalam kuburan itu dipasang sebuah tabung menggunakan bambu panjang yang berfungsi sebagai ventilasi udara agar dapat bernafas. Di dalamnya juga ada lonceng yang dibunyikan setiap hari untuk menandakan bahwa biksu masih hidup. Bila lonceng tersebut udah gak berbunyi lagi, berarti biksu di dalamnya meninggal.

Makam itu akan disegel selama tiga tahun. Ketika makam dibuka dan jasad sudah menjadi mumi maka dianggap proses itu berhasil dan dia menjadi pria suci.

Ritual yang membutuhakan keteguhan batin (taikenjapan.com)