Mengenang Sapardi Djoko Damono Lewat Puisi-Puisinya yang Indah, Duh Bikin Meleleh~

Mengenang Sapardi Djoko Damono Lewat Puisi-Puisinya yang Indah, Duh Bikin Meleleh~

Minggu, 19 Juli 2020 yang lalu Sapardi Djoko Damono, salah satu penyair kebanggan kita tutup usia. Sapardi meninggal pukul 09.17 WIB pada usia 80 tahun. 

Meskipun telah tiada, Eyang Sapardi, begitu ia akrab disapa, akan selalu dikenang melalui karya-karyanya yang indah dan menyentuh hati. 

Kamu mungkin pernah mendengar nama besarnya. Atau pernah membaca beberapa karyanya. Dan setuju bahwa tak ada puisinya yang tidak romantis dan menyentuh hati. Walau dengan bahasa yang sederhana.

# Profil Singkat Sapardi Djoko Damono

Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta, 20 Maret 1940. Ia telah aktif menulis bahkan sejak duduk di bangku SMP, sekitar tahun 1955. Karya-karya tulisannya kemudian ia kirimkan ke berbagai media cetak dan majalah. 

Bakat menulisnya semakin terasah ketika ia menempuh pendidikan di jurusan Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sapardi Djoko Damono membaca puisi(kompas.com)

Meskipun bukan penyair muda, karya-karya Sapardi tetap meninggalkan kesan mendalam di hati para pecinta puisi milenial.

# Puisi Karya-Karya yang Legendaris

Ada begitu banyak puisi Karya Sapardi yang terkenal dan sangat berkesan di hati pembacanya. Beberapa di antaranya adalah:

1. Aku Ingin 

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat 

diucapkan kayu kepada api 

yang menjadikannya abu 

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana 

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan 

yang menjadikannya tiada”

2. Pada Suatu Hari Nanti 

“Pada suatu hari nanti, 

jasadku tak akan ada lagi, 

tapi dalam bait-bait sajak ini, 

kau tak akan kurelakan sendiri. 

Pada suatu hari nanti, 

suaraku tak terdengar lagi, 

tapi di antara larik-larik sajak ini. 

Kau akan tetap kusiasati, 

pada suatu hari nanti, 

impianku pun tak dikenal lagi, 

namun di sela-sela huruf sajak ini, 

kau tak akan letih-letihnya kucari.”

3. Sajak-Sajak Kecil tentang Cinta 

“mencintai angin harus menjadi siut 

mencintai air harus menjadi ricik 

mencintai gunung harus menjadi terjal mencintai api harus menjadi jilat 

mencintai cakrawala harus menebas jarak mencintai-Mu harus menjelma aku”

4. Hujan Bulan Juni 

Potret Sapardi muda (kompas.com)

"Tak ada yang lebih tabah 

Dari hujan bulan Juni 

Dirahasiakan rintik rindunya 

Kepada pohon berbunga itu 

Tak ada yang lebih bijak 

Dari hujan di bulan Juni 

Dihapuskan jejak-jejak kakinya 

Yang ragu-ragu di jalan itu 

Tak ada yang lebih arif Dari hujan bulan Juni Dibiarkan yang tak terucapkan 

Diserap akan pohon bunga itu"

5. Yang Fana adalah Waktu 

"Yang fana adalah waktu. 

Kita abadi: Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari 

Kita lupa untuk apa 

'Tapi, Yang fana adalah waktu, bukan?' tanyamu. 

Kita abadi."

Selamat jalan, Eyang. Selamat beristirahat dalam damai. Karya-karyamu akan selalu ada di hati kami. 

Novel Hujan Bulan Juni (shopee.co.id)