Jauh dari Stigma Soal 'Cuan', Inilah Alasan Kenapa Banyak Orang China Datang ke Indonesia Sejak Dulu

Jauh dari stigma soal 'cuan', inilah alasan kenapa banyak orang China datang ke Indonesia sejak dulu.

Kalo ditanya sejak kapan orang China datang ke Indonesia, jawabannya ya jelas sejak dulu. Bahkan sejak ribuan tahun yang lalu. Etnis Tionghoa pun menjadi bagian penting dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Jauh dari stigma soal 'cuan', cuan, dan cuan, ada alasan kedatangan orang-orang China ke Indonesia yang terjadi berabad-abad silam. Hidayat Zainal Mutakin, penulis buku "Masyarakat dan Kebudayaan Cina Indonesia" menuebutkan bahwa gelombang kepergian etnis Tionghoa dari tanah leluhur mereka didasar atas motif ekonomi.

Jumlah penduduk di China yang mulai padat membuat banyak orang China sejak dulu sulit mencari pekerjaan di negaranya sendiri.

Selain motif ekonomi, ada juga karena motif politik. Orang-orang China pindah ke berbagai tempat di Bumi ini juga karena mereka gak mau dijajah atau diatur di bawah pemerintahan bangsa lain. 

Hal ini pernah terjadi dalam sejarah mereka bahwa China pernah diduduki Dinasti Mongol dan Dinasti Manchu. Masing-masing menduduki China pada abad ke-12 dan ke-17. Makanya, banyak orang China memilih berbagai lokasi di sekitar negaranya sebagai rumah barunya.

Setelah tinggal dan bermukim di berbagai wilayah, salah satunya Indonesia, etnis Tionghoa telah melahirkan banyak keturunan lintas generasi.

Etnis Tionghoa sendiri datang dalam beberapa gelombang migrasi. Mereka adalah orang-orang yang berasal dari dua provinsi di China selatan, yaitu Provinsi Guangdong terdiri dari orang-orang Hakka, Kanton, dan Tiociu. Sementara satu lagi datang dari Provinsi Fujian yaitu orang-orang Hokkian, Hokcia, dan Hinghua.

Tujuan mereka datang ke Indonesia adalah untuk mencari nafkah dan penghidupan yang lebih baik. Kelompok dari masing-masing daerah itu juga datang dengan sejumlah keahlian masing-masing.

Foto orang-orang Tionghoa di Indonesia (voi.id)

Orang Hakkian berbakat dalam berdagang; orang Hakka adalah ahli di bidang kerajinan kayu dan emas; orang Tiociu terkenal sebagai ahli perkebunan atau pengrajin perak serta timah. Mereka yang datang dalam beberapa gelombang dan menetap di Nusantara kala itu melahirkan banyak keturunan lewat kawin campur atau kawin sesama etnis.

Lebih jauh, pembukaan lahan perkebunan dan timah oleh pemerintah Hindia-Belanda saat itu mendorong banyak orang China datang ke Indonesia. Itu terjadi antara tahun 1860-1890 solam. Akhirnya semakin banyak orang China yang tinggal di wilayah Hindia-Belanda.

Pemerintah Hindia-Belanda sendiri memberikan pelonggaran izin. Hal itu membuat gelombang-gelombang imigran China terus berdatangan ke wilayah Indonesia.

Pada pertengahan abad ke-19, jumlah imigran asal China sudah mencapai seperempat juta orang. Jumlah ini bahkan terus bertambah tahun 1930-an, ketika setengah juta etnis Tionghoa pindah ke Hindia-Belanda. Orang-orang China itu pun tinggal berkelompok dalam satu wilayah yang disebut 'Pecinan'. Kawasan itu berada di bawah kontrol Hindia-Belanda.

Mereka datang ke Indonesia untuk berdagang (voi.id)

Agar lebih mudah dipantau dan diatur, pemerintah Hindia-Belanda mengangkat seorang kapten untuk memimpin etnis Tionghoa. Pemilihannya didasari atas kepopuleran dan kekayaan si kandidat. Selain itu, didirikan pula berbagai organisasi Tionghoa yang diguanakan untuk mengakomodir segala kebutuhan mereka.

Pembentukan kamar dagang Tionghoa juga didirikan tak lama setelah itu. Hal ini bertujuan untuk mempermudah kegiatan berdagang orang-orang Tionghoa kala itu. Sejarawan Ong Hok Ham pernah menulis artikel terkait hal ini dan menjelaskan bahwa para pedagang Tionghoa diberi kewenangan mengumpulkan pajak dari komunitasnya sendiri.

Mereka diizinkan untuk memonopoli garam, membuka usaha pegadaian, hingga perdagangan candu. Kedudukan ini menempatkan etnis Tionghoa sebagai perpanjangan tangan dan perantara ekonomi bagi pemerintah Hindia-Belanda dan Bumi Putera. Di balik itu, kondisi ini teryata membuat kalangan pedagang Tionghoa bergantung pada pemerintah Hindia-Belanda.

Para pedangan Tionghoa berharap bisa terus menduduki banyak wilayah di Nusantara yang mereka nilai menguntungkan dalam sektor bisnis. Tetapi, sikap itu dikritik keras oleh orang-orang Tionghoa yang bukan pedagang.

Ada banyak kawasan Pecinan di kota-kota di Indonesia (kompas.com)

Kondisinya ternyasa dilematis. Ketergantungan orang Tionghoa di bidang perdagangan terjadi karena mereka dilarang memiliki lahan pertanian atau menjadi pegawai pemerintah. Maka, tak ada pilihan lain selain berdagang dan berdagang.

Sejarawan Heather Sutherland menjelaskan dalam bukunya bahwa hal ini terjadi lantaran orang Tionghoa tidak punya kesempatan masuk ke dalam pemerintahan. Pegawai pemerintah kala itu hanya diisi orang-orang Eropa dan segilintir orang dari kalangan Bumi Putera.

Meski begitu, perdagangan benar-benar membawa orang-orang Tionghoa menjadi sukses. Larangan politis membuat mereka lebih banyak untung dari sektor perdagangan. Kondisi ini terus berlangsung, bahkan ketika Jepang menduduki Indonesia.

Saat itu, Jepang juga membentuk organisasi bagi penduduk Tionghoa peranakan bernama Hua Chiao Tsung Hui (HCTH). Organisasi itu didirikan untuk mengawasi kegiatan ekonomi dan politik mereka. Organisasi ini juga menjadi salah satu kekuatan Jepang dalam bidang ekonomi untuk memberikan Jepang dana perang.

HCTH diberi wewenang untuk mengumpulkan berlian, penjualan lotre, dan kemudahan izin berdagang.

Mereka membantu perekonomian dan perdagangan dari jaman Hindia-Belanda (historia.id)

Menjelang kemerdekaan Indonesia, struktur sosial masyarakat berbalik drastis. Perekonomian yang dulu banyak dikendalikan etnis Tionghoa perlahan bergeser. Etnis Tionghoa mulai terkucilkan. Banyak Bumi Putera yang mengambil alih usaha perdagangan orang Tionghoa yang sudah mapan. Usaha itu bahkan diklaim sebagai hak milik.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Indonesia sendiri masih harus berhadapan dengan Agresi Militer Belanda. Di situlah beberapa pedagang Tionghoa sempat mengambil keuntungan dengan cara menjual senjata selundupan dan bahan pangan untuk membantu Indonesia.

Jadi, memang jauh dari stigma soal 'cuan', itulah alasan kenapa banyak orang China datang ke Indonesia sejak dulu. Rata-rata karena mereka ingin berdagang dengan berbekal pengalaman mereka di tanah leluhur sebelumnya.

Etnis Tionghoa juga turut membantu memajukan Indonesia dalam sektor perdagangan dan perekonomian sejak dulu.

Kini, etnis Tionghoa adalah bagian dari Indonesia juga (bentangpustaka.com)