Ketika COVID-19 bikin kita harus sosial distancing, banyak anak muda yang gelisah loh gengs. Apakah kamu termasuk? Dampak pada remaja ini gak banyak dibahas di media sosial.
Mereka yang biasanya menghabiskan waktu main, hangout bersama temen-temen dan gak bisa diem di rumah. Tiva-tiba harus stay, gak sekolah dan gak pergi ke kampus. Juga berpisah dari keluarga mereka.
Sebuah survei baru yang dirilis minggu ini memberikan gambaran awal pada semua perubahan yang telah diambil pada kesehatan mental remaja.
Dari sekitar 1.500 remaja yang mengambil bagian dalam survei, yang dilakukan oleh Harris Poll atas nama Dewan 4-H Nasional pada bulan Mei, 7 dari 10 remaja mengatakan bahwa mereka berjuang dengan kesehatan mental dalam beberapa cara.
Lebih dari separuh mengatakan mereka mengalami kecemasan, 45% mengatakan mereka merasa stres berlebihan, dan 43% mengidentifikasi bahwa mereka berjuang dengan depresi.
Untuk beberapa konteks, sekitar 12% remaja Amerika memenuhi kriteria diagnostik untuk depresi dan sekitar 30% umumnya memenuhi kriteria untuk memiliki gangguan kecemasan pada saat mereka berusia 18 tahun, walaupun data itu sama sekali tidak identik.
Meski survei itu dilakukan di Amerika, kasus ini juga bisa terjadi pada remaja di negara mana aja. Termasuk di Indonesia gengs.
Dampak COVID-19 pada remaja (study.com)
"Jelas bagi kami berdasarkan temuan survei bahwa COVID-19 telah memiliki dampak buruk yang terukur pada kesehatan mental remaja," kata Jennifer Sirangelo, presiden dan CEO 4-H, dikutip dari HuffPost.
"Misalnya, 61% remaja mengatakan bahwa pandemi COVID-19 telah meningkatkan perasaan kesepian mereka," tambahnya.
Tetapi dia menambahkan bahwa temuan itu mengindikasikan peningkatan stres dan masalah kesehatan mental, mirip dengan pengalaman banyak orang dewasa.
Banyak menhabiskan waktu dengan gadget bisa bikin stress (phys.org)
Misalnya, survei Johns Hopkins baru-baru ini yang dilakukan pada bulan April tahun ini, membandingkan perasaan orang dewasa pada titik yang sama pada tahun 2018, menemukan lompatan tiga kali lipat dalam persen orang dewasa yang mengalami gejala tekanan psikologis.
Jadi apa yang dapat dilakukan orang tua untuk membantu anak remaja mereka terus menavigasi situasi yang menantang ini yang sepertinya tidak akan berakhir dalam waktu dekat?
Satu temuan penting dari survei ini adalah bahwa remaja melaporkan menghabiskan setidaknya sembilan jam sehari di layar gadget selama pandemi, peningkatan setidaknya tiga jam per hari.
JPadahal lama waktu di depan layar gadget itu membuat perasaan semakin gak nyaman. Apalagi kalau lihatnya media sosial temen yang bikin iri, pengen san sakit hati.
Hingga taraf tertentu, remaja diharuskan berada di depan perangkat mereka untuk pembelajaran jarak jauh. Dan itu bisa berlanjut hingga tahun akademik yang akan datang.
Jadi Meyers menyarankan bahwa satu hal yang harus dipertimbangkan orang tua adalah waktu bersama anak agar mereka berhenti menatap layar gadget.
"Meskipun banyak remaja mungkin menggunakan perangkat mereka hampir sepanjang hari untuk sekolah dan rekreasi, penting untuk menghabiskan waktu bersama," katanya.
"Interaksi ini penting untuk memperkuat koneksi, menciptakan rutinitas, dan menyediakan interaksi langsung yang mungkin tidak terjadi," tambahnya
Kegiatan bersama keluarga penting untuk menjaga kesehatan mental anak-anak remaja ketika mereka hanya di rumah aja.
Perbanyak kegiatan dengan orang tua (parent.com)