Dari pelajaran IPA di masa sekolah dasar, kita paham kalau air dan minyak tidak dapat bersatu karena perbedaan berat jenis. Tetapi kalau sama-sama air saharusnya bisa mencampur dengan mudah kan ya?
Tunggu dulu, itu teorinya. Yang terjadi pada sungai di Kabupaten Ponorogo ini justru sebaliknya gengs. Dua aliran sungai dari desa Golan dan Mirah tidak dapat bercampur meski sudah bertemu di muara. Kok bisa sih?
Kabarnya fenomena yang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah ini erat hubungannya dengan sejarah di masa lalu. Kedua desa sempat bertikai karena suatu sebab yang membuat mereka bersepakat untuk menjaga jarak satu sama lain.
Kisah tersebut dimulai dari dua orang sakti asal masing-masing desa, yakni Ki Ageng Hanggolono dari Desa Golan dan Kyai Ageng Mirah dari Desa Mirah. Mereka awalnya adalah sahabat yang sama-sama sedang mencarikan jodoh untuk putra-putrinya.
Mungkin sudah takdir bahwa putra Ki Ageng Hanggolono yang bernama Joko Lancur jatuh hati pada Kencono Wungu, putri dari Kyai Ageng Mirah. Dan cinta mereka berbalas. Tetapi Kyai Ageng Mirah tidak menyetujui niat hari putra sahabatnya tersebut.
Pasalnya Joko Lancur bukanlah sosok yang ideal di mata Kyai Ageng Mirah. Selain memiliki tabiat yang buruk, ia juga gemar berjudi. Sementara Koncono Wungu adalah seorang gadis yang santun dan taat beragama.
Air sungai dua desa yang tak bisa menyatu (infobudaya.net)
Kyai Ageng Mirah berniat menggagalkan rencana pernikahan Joko Lancur dan Kencono Wungu. Hanya saja ia tak bisa terus terang melakukannya mengingat Joko Lancur adalah putra dari sahabat karibnya, Ki Ageng Hanggolono.
Kyai Ageng Mirah lantas menyusun siasat jitu agar penggagalan perjodohan itu tidak menyinggung perasaan Ki Ageng Hanggolono. Diajukanlah persyaratan yang sangat sulit untuk menikahi putrinya, Kencono Wungu.
Tak hanya sulit, Kyai Ageng juga mengirim seseorang bernama Kluntung Wuluh untuk memastikan bahwa upaya Ki Ageng akan selalu gagal. Tetapi niat tersebut diketahui oleh bawahan Ki Ageng bernama Bajul Kowor. Tentu hal ini membuatnya murka.
Ki Ageng lantas menggunakan ilmu hitam untuk menyelesaikan persyaratannya. Tetapi justru hal tersebut membuat Kyai Ageng merasa dikhianati, secara ia adalah sosok yang taat beragama. Akhirnya pernikahan kedua anaknya dibatalkan.
Hal ini memicu perselisihan yang lebih besar sehingga kedua desa tersebut akhirnya berperang, termasuk Ki Ageng Hanggolono dan Kyai Ageng Mirah. Mereka tidak paham jika Joko Lancur dan Kencono Wungu memutuskan untuk bunuh diri karena patah hati.
Air sungai dua desa yang tak bisa menyatu (elzhito.wordpress.com)
Melihat putranya mati, Ki Ageng Hanggolono mengucapkan sumpah yang lebih terdengar seperti kutukan. Sumpah tersebut antara lain:
1. Warga Desa Golan dan Mirah tidak boleh menikah
2. Segala jenis barang dari Desa Golan tidak boleh dibawa ke Desa Mirah dan begitu pula sebaliknya
3. Segala jenis barang dari kedua Desa Golan dan Mirah tidak bisa dijadikan Satu
4. Warga Desa Golan tidak boleh membuat atap rumah berbahan jerami
5. Warga Desa Mirah tidak boleh menanam, membuat hal apapun yang berkaitan dengan bahan kedelai
Sampai sekarang sumpah ini masih dipatuhi oleh warga kedua desa. Bahkan sempat muncul kejadian buruk saat ada yang mencoba untuk melanggar sumpah tersebut. Yakni warga desa lain meminjam alat memasak dari kedua desa tersebut untuk acara pernikahan, tetapi nasi yang mereka masak tak kunjung matang meski sudah ditunggu berjam-jam.
Keberadaan sungai yang airnya tidak bisa menyatu tadi juga menjadi bukti lain yang mereka percayai. Bahwa sumpah Ki Ageng ada secara nyata. Tetapi boleh percaya boleh tidak. Hanya Tuhan yang tahu kebenaran ceritanya.
Air sungai dua desa yang tak bisa menyatu (ponorogo.go.id)