Kisah Hidup Putra Semata Wayang RA Kartini yang Pernah Jadi Mata-mata Pribumi

Ini kisah hidup anak semata wayang RA Kartini yang terlupakan.

Raden Ajeng Kartini meninggal pada 17 September 1904. Hari itu merupakan 4 hari setelah kelahiran putra semata wayangnya. Sedikit yang tau, nama anak RA Kartini ialah Soesalit Djojoadhiningrat. 

Selain itu, Soesalit seakan terlupakan. Padahal ia nggak hanya seorang putra satu-satunya Kartini. Tetapi, ia juga punya jasa bagi negara kita.

Sejak kecil, Soesalit diketahui sudah merasakan kepiluan. Setelah ibunya meninggal, ia sempat dirawat sang nenek Ngasirah atau Nyonya Magunwikromo sebelum diasuh sama ayahnya lagi. 

Tapi, waktu berusia 8 tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia akhirnya diasuh oleh kakak tiri tertuanya, Abdulkarnaen Djojoadiningrat yang menggantikan ayahnya sebagai bupati Rembang. 

Soesalit (tribunnews.com)

Segala urusan akademik dan pekerjaan diurus oleh kakaknya itu. Ia disekolahkan di Europe Lager Scho (ELS) di tempat Kartini dulu sekolah sebelum dipingit. 

Kemudian, Soesalit meneruskan sekolah di Hogare Burger School (HBS) Semarang dan melanjutkan ke Recht Hoge School (RHS) Jakarta. Baru setahun sekolah, ia pilih pergi dan kerja jadi pegawai pamong praja kolonial. 

Beberapa tahun setelahnya, ia malah ditawari kerja oleh kakaknya sebagai intelijen rahasia Hindia Belanda di Politieke Inlichtingen Dienst (PID). Selama kerja di situ, ia dikatakan merasa bimbang. Gimana nggak, ia harus memata-matai pergerakan kaum pribumi.

Soesalit (tirto.id)

Tapi, konon Soesalit selalu seakan nggak tau-menau tentang pelanggaran yang dilakukan kaum pribumi. Karena itu, setelah Jepang masuk ke Indonesia, ia kemudian keluar dan gabung dengan PETA. 

Selama perang kemerdekaan, putra Kartini ini jadi panglima di Divisi III Diponegoro yang membawahi Jateng bagian Barat. 

Karir militer Soesalit sendiri kurang begitu beruntung. Di masa restrukturisasi dan rasionalisasi, Soesalit diturunkan pangkat jadi kolonel kemudian menjabat di Kementrian Perhubungan. 

Yang jadi awal penderitaannya kalah Peristiwa Madiun 1948. Waktu itu, pasukan komunitas memberontak. Ditemukan dokumen milik pemberontak yang jatuh ke tangan pemerintah. 

Nah, dalam dokumen ada nama Soesalit. Akhirnya setelah itu, Soesalit jadi tahanan rumah dan diturunkan dari jabatan. 

Setelah itu, lalu ia menjabat di Kementrian Perhubungan dengan pangkat militer yang nggak ada bintangnya itu. 

Menariknya, kehidupan Soesalin dikenal sederhana. Dia jarang banget pamer ataupun membawa nama besar sang ibu. Ia lalu meninggal dunia pada 17 Maret 1962 di RSPAD. Pada tahun 1979, ia menerima Bintang Gerilyawan. 

Soesalit (tribunnews.com)