Melancong Ke Kalimantan, Traveler Eropa Ini Menyaksikan Kengerian Suku Pemburu Kepala…

Sosok Ida Pfeiffer, traveler wanita asal Austria ini jadi saksi sejarah dalam kisah suku pemburu kepala di Kalimantan.

Zaman sekarang ini, udah nggak aneh lagi kalau cewek punya hobi traveling sendirian. Bahkan sampai ke benua lain pun sah-sah aja. Tapi waktu abad ke-19, kegiatan traveling tuh kayak bukan kodratnya cewek. 

Tapi ada seorang cewek bernama Ida Pfeiffer yang suka traveling sendirian, mengarungi samudera sampai bepergian ke empat benua. Ida juga sempat pergi ke Indonesia dan jadi saksi ganasnya suku pemburu kepala di Kalimantan. 

Perjalanan ke Borneo

Perempuan yang lahir di Austria ini pergi ke Borneo tahun 1852 di bulan Januari. Kedatangannya bikin heboh warga dan bikin Ida sempat jadi bahan tontonan, karena dialah perempuan kulit putih pertama yang masyarakat Borneo lihat. Jadi sosok Ida ini memang jadi perempuan Eropa pertama yang pergi menjelajah pedalaman dan hutan di Borneo. 

Bersama Komandan Lee, Ida pergi ke perkampungan Dayak dan melihat barang-barang unik. Ini termasuk pondokan besar yang berisi kain katun, barang-barang dari kulit pohon,  tikar anyam, keranjang, parang, dan barang-barang logam. 

Waktu ketemu sama orang-orang Suku Dayak, yang ada di penglihatan Ida adalah para lelaki mengenakan perhiasan dari manik-manik, kaca, kerang, dan gigi beruang madu di leher dan dada. Telinga kaum laki-laki kebanyakan ditindik dan mereka pakai banyak gelang. Kata Ida, perhiasan paling mewah di sana adalah kalung dan gelang dari gigi manusia. 

Sosok Ida Pfeiffer (asianreviewofbooks.com)

Pajangan kepala manusia

Ida juga berkunjung ke desa tetangga dan betapa kagetnya dia melihat pajangan perang yang kelihatannya sengaja digantung dengan bangga. 

Tau nggak sih, pajangan gantung itu dibuat dari apa? Kepala manusia! Tepatnya, kepala manusia yang baru aja ditebas. 

Setelah ditebas, kepala-kepala manusia ini akan diasap alias dibakar sampai dagingnya setengah matang. Dan ya, kepala-kepala itu tetap utuh dengan rambut. 

“Salah satu kepala bahkan matanya membelalak,” kata Ida. Sadis dan mengerikan, tapi itu memang tradisi suku-suku pedalaman di Hindia saat itu.

Seorang lelaki Suku Dayak memegang kepala manusia (pinterest.com)

Suku pemburu kepala

Memburu kepala alias headhunting tuh emang ritual yang ‘wajar’ dan banyak suku primitif yang melakukan hal serupa. Biasanya di beberapa suku, pemenggalan kepala musuh ini jadi simbol untuk meningkatkan derajat sosial dan lebih ke arah eksistensi. Sementara di suku-suku lain, bisa juga memang simbol maskulinitas bahkan kanibalisme. 

Kalau di Indonesia, ada suku-suku di Kalimantan yang menebas kepala dan memang dijadikan semacam piala atau untuk ritual. Tradisi ini biasa disebut pengayauan, orang dibunuh hanya untuk diambil kepalanya. 

Seorang lelaki dengan kepala (pinterest.com)

Sekitar seabad yang lalu, tradisi ini masih aktif di Kalimantan. Ada beberapa suku yang melakukannya, termasuk Suku Iban Sarawak, Saburut Murut dan Kadazan-Dusun. Bahkan, sosok orang-orang suku tersebut bikin takut penjajah Inggris lho. Mereka pun dapat julukan 'Kalimantan Barbaric' dari Inggris Victoria. 

Ada suku yang memang terbiasa ngumpulin kepala musuh dan dipajang sebagai tanda kemenangan. Ada juga yang membawa kepala untuk izin menikah. 

Kalau kamu pergi dan melihat lagsung rumah adat Kalimantan. Kemungkinan bisa lihat tengkorak yang masih ngegantung! Hiiiii ngeri! 

Tengkorak manusia yang digantung (independensi.com)