Virus Corona mengingatkan kita pada kerapuhan eksistensi manusia dalam menghadapi penyakit mematikan. Kalau kita melihat ke belakang melalui sejarah, banyak epidemi dan pandemi yang bisa diambil hikmahnya.
Mari kita ambil Wabah Athena sebagai contoh, pelajaran apa yang bisa kita pelajari?
Kata-kata epidemi dan pandemi berasal dari bahasa Yunani. Orang-orang Yunani jaman dahulu banyak berpikir tentang penyakit, baik dalam pengertian medis murni, dan sebagai metafora untuk perilaku manusia yang lebih luas.
Apa yang orang Yunani sebut sebagai "wabah" (loimos) muncul dalam beberapa bagian yang tak terlupakan dalam literatur Yunani.
Dalam cerita Homer's Iliad, (sekitar 700BC), ada deskripsi wabah yang menyerang pasukan Yunani di Troy. Agamemnon, pangeran terkemuka pasukan Yunani, menghina seorang pendeta lokal bernama Apollo Chryses.
Apollo adalah dewa wabah, perusak dan tabib. Dia menghukum semua orang Yunani dengan mengirimkan wabah penyakit di antara mereka. Apollo juga adalah dewa pemanah, dan ia digambarkan menembakkan panah ke pasukan Yunani dengan efek yang mengerikan:
Sekitar 270 tahun setelah Iliad, wabah jadi inspirasi dari dua karya besar Athena klasik. Sophocles 'Oedipus the King, dan Book 2 of Thucydides' History of the Peloponnesian War.
Dua karya yang disebutkan di atas diproduksi pada waktu yang hampir bersamaan. Drama Oedipus mungkin diproduksi sekitar 429 SM, dan Wabah Athena terjadi pada 430-426 SM.
Wabah Yunani (medium.com)
Thucydides bekerja di bidang yang relatif baru dari 'sejarah' (artinya 'penyelidikan' atau 'penelitian' dalam bahasa Yunani). Fokusnya adalah perang Peloponnesia antara Athena dan Sparta, dan sekutu mereka masing-masing, antara 431 dan 404 SM.
Deskripsi Thucydides tentang wabah yang melanda Athena pada 430 SM adalah salah satu bagian besar dari literatur Yunani. Salah satu hal yang luar biasa tentang hal itu adalah seberapa fokusnya pada respon sosial terhadap wabah penyakit, baik mereka yang meninggal karenanya maupun mereka yang selamat.
Thucydides memberikan gambaran umum tentang tahap-tahap awal adanya wabah. Saat itu diduga berasal dari Afrika Utara, penyebarannya di wilayah Athena, perjuangan para dokter untuk menghadapinya, dan tingkat kematian para dokter itu sendiri yang tinggi.
Dia menggambarkan gejala-gejala tersebut dengan beberapa detail. Perasaan terbakar dari penderita, sakit perut dan muntah, insomnia dan kegelisahan. Tahap selanjutnya, setelah tujuh atau delapan hari beberapa orang menjadi buta.
Thucydides (time.com)
Yang paling mengerikan adalah keputusasaan yang menyebabkan orang jatuh ketika mereka menyadari bahwa mereka telah tertular wabah. Mereka akan segera mengambil sikap putus asa dan menyerah. Mereka akan kehilangan kekuatan perlawanan mereka.
Terakhir, Thucydides memusatkan perhatian pada hancurnya nilai-nilai tradisional di mana kesenangan diri menggantikan kehormatan, di mana tidak ada rasa takut akan Tuhan atau manusia.
Tidak ada yang berharap hidup cukup lama untuk diadili dan dihukum. Wabah adalah hukuman yang paling berat dibandingkan hukuman dari lembaga atau hukum manusia.
Wabah pertama berlangsung selama dua tahun, dan setelah itu menyerang untuk kedua kalinya, meskipun dengan sedikit virulensi. Thucydides memberikan jumlah orang yang meninggal: 4.400 hoplite (tentara-tentara), 300 kavaleri dan sejumlah orang biasa yang tidak diketahui jumlahnya.
Apa yang digambarkan Thucydides melalui sejarah Yunani emang beda dengan yang kita alami saat ini. Wabah sudah banyak terjadi dalam sejarah. Menghilangkan nyawa banyak orang dan mengerikan.
Sebagai manusia, setidaknya kita harus tetap kuat menghadapinya. Percaya bahwa semua ini pasti akan berlalu dan orang-orang akan sembuh. Selain itu juga bersiap untuk wabah lainnya di masa yang akan datang.
Penyakit sampar Yunani (businessinsider.sg)