Rasanya nggak lengkap aja gitu kalo nonton film di bioskop eh gak ada cemilannya. Nah, di bioskop kan ada yang jualan popcorn tuh, bisa tuh buat cemilan sambil nonton film-film seru.
Tapi, pernah gak sih kepikiran, kenapa makan popcorn kok bisa identik dengan nonton film di bioskop? Soalnya, nonton film dan makan popcorn adalah dua hal yang kayak "wajib" untuk dilakukan gitu.
Terus, gimana sih sejarah makan popcorn sambil nonton film di bioskop?
Seperti dikutip dari Feast Media, keterkaitan kedua hal tersebut sebetulnya bisa dilacak kok. Hal ini berkaitan dengan sejarah produksi sinematik yang usianya udah lebih dari seabad.
Popcorn awalnya dikenal sebagai camilan wajib bagi para pengunjung yang datang untuk nonton sirkus. Saat itu, penjualan popcorn adalah taktik baru untuk mempertahankan mood penonton yang datang ke sirkus.
Pemilik sirkus sadar bahwa pendapatan mereka bisa berlipat ganda selain dari penjualan tiket.
Semenjak itu, popcorn jadi kian populer. Pemilik sirkus mengaitkan popularitas popcorn dengan agenda menonton yang dilakukan masyarakat. Itulah cikal bakal keterkaitan antara nonton pertunjukan dengan makan popcorn.
Makan popcorn sambil nonton film (irishmirror.ie)
Setelah sirkus, muncullah bioskop yang jadi komoditas baru. Para pemilik teater pun ikut mengembangkan usahanya. Teater-teater memiliki karpet, panggung, dan tirai. Teater-teater itu berubah menjadi tempat-tempat bergengsi buat nonton film.
Produksi film panjang dimulai pada tahun 1927. Meski masih film bisu, bioskop-bioskop yang ada mulai meniru desain teater dan menghadirkan studionya ke dalam format auditorium.
Meski jadi tempat bergengsi, popcorn masih belum menjadi camilan yang identik dengan nonton film di bioskop. Soalnya, camilan jagung berondong ini masih diasosiasikan dengan makanan buat 'sobat misqueen' alias rakyat jelata.
Sejak kemunculannya, popcorn emang lebih sering dijajakan sebagai camilan "penonton sirkus" dan berbagai pertunjukan aneh lainnya.
Makanya, makan popcorn bertolak belakang dengan kehidupan glamor orang-orang kaya yang nonton di teater berkelas.
Popcorn jaman dulu identik sama nonton sirkus (realscreen.com)
Hal ini ternyata dipengaruhi tradisi di Eropa. Teater di Eropa tuh gak pernah menyajikan makanan yang dimakan para 'sobat misqueen'. Jadi, bioskop melakukan hal serupa, gak menjual popcorn deh.
Tapi makanan ini jadi populer ketika Amerika Serikat memasuki masa Depresi Besar. Bioskop sulit menyasar target konsumen yang lebih luas. Perekonomian AS kala itu hancur.
Akhirnya, rencana bioskop untuk dijadikan lebih terjangkau pun gagal pula.
Ini terjadi lantaran biaya hidup semakin tinggi, industri hiburan pun menjadi barang yang amat mewah kala itu.
Meski begitu, kebutuhan ekonomi memaksa para pengusaha bioskop untuk menurunkan standar kemewahannya. Mereka harus lebih banyak menarik pelanggan dan membuat roda bisnisnya terus berjalan.
Pedangan popcorn jaman dulu (nal.usda.gov)
Konsep bioskop pun diubah jadi lebih simpel, tapi tetap mempertahankan konsep dasar auditorium. Pengurangan biaya perawatan juga bisa menurunkan harga tiket bioskop. Makanya daya tawar ke semua lapisan konsumen jadi lebih terjangkau.
Di balik itu, para pengusaha bioskop di AS juga memasukkan popcorn sebagai menu jajanan selama menonton film. Keputusan itu emang diambil dengan ragu-ragu, soalnya itu kan makanan 'sobat misqueen'.
Beberapa pengusaha khawatir jika para penonton makan popcorn bisa mengganggu suara film yang sedang diputar. Akhirnya, ditemukan trik lain. Pengelola bioskop menaikkan volume suara film, maka suaranya akan melampaui suara kunyahan makan popcorn.
Orang-orang gak makan popcorn buat nonton teater berkelas (wikimedia.org)
Popcorn kala itu bisa didapatkan dengan harga 10 sen aja. Jadi, popcorn bukanlah barang mewah, tapi justru terjangkau oleh masyarakat yang butuh hiburan di tengah badai Depresi Besar tersebut.
Tren ini terus bertahan dan berkembang hingga saat ini. Bahkan popcorn nyaris tak bisa lepas dari industri bioskop mana pun di dunia.
Tapi akhirnya, popcorn laku juga (smithsonianmag.com)