Rawa Pening terletak di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Obyek wisata air berupa danau ini berada di cekungan terendah antara Gunung Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Rawa Pening memiliki ukuran sekitar 2.670 hektar. Kawasan perairannya berada di empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Ambarawa, Bawen, Tuntang, dan Banyubiru.
Beredar cerita di masyarakat tentang asal mula terbentuknya Rawa Pening. Cerita ini masih dipercaya dan dikisahkan turun temurun hingga saat ini.
Dahulu kala ada sepasang suami istri yang bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta yang bauk hati dan pemurah. Keduanya tinggal di desa Ngasem yang terletak di antara Gunung Merbabu dan Telomoyo. Lama sekali pasangan suami istri ini belum dikaruniai seorang anak.
Melihat istrinya yang sedih dan juga keinginan yang teramat besar untuk memiliki seorang anak Ki Hajar akhirnya bertapa. Ia bertapa memohon kepada Sang Maha Kuasa agar diberikan keturunan. Ki Hajar bertapa di lereng Gunung Telomoyo.
Bertahun-tahun Ki Hajar tidak kembali. Nyai Selakanta akhirnya hamil dan melahirkan seorang anak. Tapi ternyata yang lahir bukan manusia, melainkan naga.
Ia menamai anak itu Baru Klinthing yang diambil dari nama tombak milik suaminya. Kata “baru” berasal dari kata bra artinya keturunan Brahmana. Sementara kata “Klinthing” berarti lonceng.
Nyai Selakanta sebenarnya menyayangi Baru Klinthing, namun ia juga malu dengan warga desa. Apa yang akan dikatakan oleh mereka jika tahu tentang Baru Klinthing. Dia bukan manusia, melainkan seekor naga. Akhirnya Nyai Selakanta membesarkan anaknya yang berwujud naga secara sembunyi-sembunyi.
Suatu hari, Baru Klinthing bertanya kepada ibunya. Apakah dia memiliki seorang ayah. Nyai Selakata kemudian menceritakan bahwa Ayahnya bernama Ki Hajar dan sedang bertapa.
Latar Legenda Rawa Pening di Ungaran (inspiration.rehlat.com)
Singkat cerita latar legenda Rawa Pening, Baru Klinthing mencari ayahnya. Ketika bertemu Ki Hajar tidak percaya jika dirinya memiliki anak berujud seekor naga. Ketika naga itu menunjukkan pusaka Baru Klinthing kepadanya, Ki Hajar pun mulai percaya. Namun, ia belum yakin sepenuhnya. Dia meminta Baru Klinthing melingkari Gunung Telomoyo. Berkat kesaktiannya, Baru Klinting berhasil melingkari Gunung Telomoyo. Setelah itu, ia kemudian memerintahkan anaknya untuk bertapa di Bukit Tugur.
Apa hubungannya cerita ini dengan latar legenda Rawa Pening? Mari kita lanjutkan ceritanya.
Ketika sedang bertapa Baru Klinthing ditangkap oleh penduduk desa Pathok dan dijadikan makanan untuk acara pesta. Penduduk desa itu sangat angkuh dan sombong. Ketika wujud Baru Klinthing yang pebuh luka dan berbau amis meminta makanan, warga desa megusirnya.
Dia kemudian ditolong dan diberi makanan oleh Nyi Latung yang baik hati. Karena marah dengan penduduk desa yang tidak baik perilakunya Baru Klinthing yang sakti ingin menghukum desa itu.
Kisah Naga Baru Klinthing (newww.info)
Baru Klinthing yang sakti datang ke desa dan membuat sayembara. Dia menancapkan sebatang lidi ke tanah dan meminta warga desa untuk mencabutnya. Ternyata tidak ada yang bisa melakukan hal tersebut. Akhirnya Baru Klinthing sendri yang mencabutnya.
Lubang bekas lidi itu kemudian menyemburkan air dan menyebabkan banjir bandang. Terbentuklah Rawa Pening yang masih ada hingga saat ini. Baru Klinthing kembali menjadi naga untuk menjaga Rawa Pening.
Begitulah latar legenda Rawa Pening yang ada di masyarakat hingga saat ini.
Sebenarnya ada beberapa versi cerita tentang kisah Baru Klinthing ini. Ada yang menceritakan dia jadi keris, ada yang akhirnya dia mati.
Yah.. namanya juga cerita dongeng. Mana yang benar gak ada yang pasti. kalau datang ke Rawa Pening kamu bisa menikmati sore hari dan memanggil Baru Klinthing. Terus tanya sendiri deh gimana ceritanya dia bisa ada di sana.
Hehehe....
Kini Baru Klinthing menjadi penjaga rawa (pu.go.id)